"Sejumlah kebijakan harus diberlakukan para pemilik usaha dan institusi yang memulai aktivitasnya di masa PSBB transisi di Jakarta, bisa dengan pengaturan jam masuk kerja yang dibagi dalam beberapa sif," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Kalau penyedia kerja, institusi, dan perusahaan tidak mengatur pola kerja pegawainya, ia melanjutkan, kerumunan berpotensi terjadi di sarana angkutan umum dan area publik seperti halte, terminal, dan stasiun pada waktu pegawai berangkat dan pulang bekerja.
Ia mengatakan, penyedia kerja juga bisa menyediakan kendaraan antar-jemput pegawai guna meminimalkan risiko penularan COVID-19.
Politikus Partai NasDem itu juga mengemukakan bahwa penyelenggara pelayanan publik juga mesti menyiapkan pengaturan untuk mencegah kerumunan, termasuk menyediakan layanan daring untuk pendaftaran pengguna layanan dan membatasi layanan.
"Dengan jumlah masyarakat yang sudah disesuaikan dengan besaran kapasitas layanan, terjadinya kerumunan orang bisa dihindari," katanya.
Sebelum tahun ajaran baru dimulai, ia menjelaskan, pengelola sekolah juga harus mempersiapkan prosedur penerapan protokol pencegahan COVID-19 dalam penerimaan peserta didik baru dan penyelenggaraan kegiatan pendidikan.
"Lebih dari itu, pola belajar mengajar secara online atau jarak jauh harus segera dibuatkan standar teknisnya dengan baik, sehingga hasil pola belajar jarak jauh bisa memenuhi kelayakan sesuai yang diharapkan kurikulum yang ada," ujarnya.
Ia mengemukakan, pengurus sekolah bisa mencontoh pola pembelajaran jarak jauh yang selama ini dijalankan oleh Universitas Terbuka.
Upaya-upaya antisipatif semacam itu, menurut dia, diperlukan untuk mencegah munculnya klaster baru penularan COVID-19.
Baca juga:
MPR tegaskan masyarakat harus jadi garda terdepan tanggulangi COVID-19
Penumpang KRL menumpuk, kantor di Jakarta diusulkan atur jadwal kerja
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020