Jika ventilator eksperimental "RespiSave" terbukti mampu bekerja aman pada manusia maka dokter dapat mengawasi tanda bahaya pasien melalui perangkat tersebut, memantau kondisi pasien dan menyesuaikan pengaturan mesin dari mana saja di rumah sakit, kata perancang proyek tersebut kepada Reuters.
Dokter akan diberitahu jika ventilator mengalami gangguan dan kondisi pasien berubah secara drastis.
Kondisi gagal pernapasan yang membutuhkan dukungan ventilator merupakan hal yang umum pada pasien COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru.
Baca juga: AS akan kirim 200 ventilator ke Rusia
Baca juga: UNDP, WHO dan IOM salurkan 33 ventilator untuk Indonesia
Fitur pengendali jarak jauh itu menandakan bahwa personel medis dapat mengurangi frekuensi bertemu dengan pasien, kata Lukasz Szarpak, penasihat medis proyek itu.
Petugas layanan kesehatan yang merawat pasien kritis menghadapi risiko infeksi virus corona, pada sejumlah kasus karena kurangnya alat perlindungan diri (APD) yang memadai.
Para perancang alat tersebut mengaku mereka berharap penggunaan telemetri diperluas, terutama setelah krisis medis yang berkaitan dengan COVID-19.
Direktur proyek, Leszek Kowalik, mengatakan RespiSave akan jauh lebih murah dari ventilator standar, meski tidak menyebutkan nominalnya.
Banyak rumah sakit di seluruh dunia kekurangan ventilator saat wabah virus corona menyebar.
Sementara teknologi masih diuji, Szarpak dan Kowalik mengatakan mereka berharap alat tersebut tersedia dalam beberapa bulan ke depan dan pada akhirnya akan dipasarkan secara luas.
Sumber: Reuters
Baca juga: Smiths Medical umumkan kemitraan aplikasi Ventilator Training Alliance
Baca juga: Gesit Foundation bantu 30 ventilator untuk pasien COVID-19 di Surabaya
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020