Perdebatan isu ini kurang mendapat perhatian
Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno mengatakan mangrove yang selama ini diketahui efektif mencegah abrasi di wilayah pesisir menjadi sangat kritis keberadaannya sebagai penjaga kedaulatan bangsa.
"Masalah mangrove tidak banyak mendapat perhatian di tingkat global karena Paris Agreement pun tidak mengatur masalah laut. Hanya ada dua kata laut dalam Paris Agreement. Jadi bayangkan perjanjian penting yang mengatur Planet Bumi yang tiga per empatnya berupa air tapi tidak mengatur air," kata Arif dalam diskusi daring Pojok Iklim yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Rabu.
Mangrove, menurut dia, unik tetapi ironis karena tidak berada di laut tetapi juga tidak di darat, sehingga pengelolanya pun tidak diketahui pasti apakah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atau KLHK.
Masalah itu jadi fundamental karena akhirnya persoalan keberadaan mangrove bukan hanya berkaitan dengan subsiden, abrasi, sampah, kepemilikan tanah, tetapi lebih dari itu yakni sebagai pertahanan pesisir untuk menghadapi kehilangan daratan karena abrasi.
Baca juga: Hutan Bakau Dunia Merosot Dalam Jumlah Mengerikan
Baca juga: Mangrove Karangsong, penahan abrasi sekaligus wahana edukasi
"Padahal ada ancaman kemunduran pantai untuk mengukur batas laut dan kedaulatan laut. Kalau pantai mundur berarti kehilangan kedaulatan,” kata Havas.
Masalah abrasi pantai ujarnya ada di utara Jawa. Misalkan itu terjadi di selatan Jawa, contohnya Cilacap, berarti Indonesia akan kehilangan kedaulatan.
“Perdebatan isu ini kurang mendapat perhatian dalam diskusi, lebih banyak soal biodiversity,” ujar dia.
Menurut dia, jika mangrove dikelola Menkopolhukam maka persoalan legalitas akan lebih mudah diselesaikan ketimbang di KLHK yang hanya fokus mengurusi sisi keanekaragaman hayatinya.
Dengan demikian, masalah mangrove menjadi masalah bersama karena berkaitan dengan kedaulatan bangsa.
Baca juga: Dua Sekolah Pantai Indonesia di Riau fokus antisipasi abrasi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020