• Beranda
  • Berita
  • Ekonomi Australia akan terpuruk jika mahasiswa China menjauh

Ekonomi Australia akan terpuruk jika mahasiswa China menjauh

11 Juni 2020 15:24 WIB
Ekonomi Australia akan terpuruk jika mahasiswa China menjauh
China peringatkan warganya pikir dua kali sebelum belajar ke Australia

Kami dan universitas kami akan merasakan efeknya, jika kami melihat penurunan dalam jumlah siswa internasional,

Ekonomi Australia, yang menghadapi resesi pertama dalam 30 tahun akibat wabah virus corona, akan terpukul jika mahasiswa China memperhatikan peringatan pemerintah untuk menjauh dari Negeri Kanguru itu karena insiden rasis, kata menteri perdagangan Australia, Rabu.

Pendidikan internasional adalah penghasil devisa terbesar keempat bagi Australia, yakni senilai 26 miliar dolar AS (sekitar Rp368 triliun) per tahun.

Penghasilan dari sektor pendidikan internasional itu bahkan lebih penting bagi perekonomian Australia daripada hasil perdagangan daging sapi atau gandum, yang merupakan produk yang terkena larangan impor dan tarif impor China pada bulan lalu.

China adalah mitra dagang Australia yang paling penting dan negara pengirim siswa internasional terbanyak, yang menyumbang 37,3 persen dari 442.209 siswa luar negeri dalam pendidikan tinggi di Australia pada 2019, menurut data Departemen Pendidikan.

Baca juga: China peringatkan pelajar pikir dua kali sebelum studi ke Australia
Baca juga: China peringatkan warganya hindari berkunjung ke Australia


Pada Selasa (9/6), Kementerian Pendidikan China memperingatkan para siswa negara itu untuk mempertimbangkan kembali ke Australia, dengan mengatakan telah terjadi serangkaian insiden rasis yang menargetkan orang-orang Asia selama pandemi virus corona baru.

Peringatan untuk para siswa itu mengikuti peringatan pekan lalu bagi wisatawan China untuk menghindari perjalanan ke Australia.

"Kami dan universitas kami akan merasakan efeknya, jika kami melihat penurunan dalam jumlah siswa internasional," kata menteri perdagangan Australia Simon Birmingham kepada media.

Birmingham mengatakan hal itu juga akan menjadi kerugian bagi siswa China dan dalam jangka panjang "tidak akan memberikan hal yang positif untuk membantu lebih lanjut rasa saling pengertian antara kedua negara".

Pada Selasa (9/6), Birmingham mengatakan Australia "tidak memiliki toleransi" terhadap rasisme dan telah menetapkan proses untuk memberantasnya.

Hubungan Australia dengan China telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir di tengah tuduhan bahwa China ikut campur urusan dalam negeri Australia dan membangun pengaruh yang tidak semestinya di kawasan Pasifik.

Hubungan kedua negara telah menjadi lebih tegang sejak Australia menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul virus corona baru.

Setelah seruan Australia untuk penyelidikan itu, Duta Besar China untuk Australia Cheng Jingye mengatakan bahwa konsumen China dapat memboikot daging sapi, anggur, pariwisata dan universitas Australia.

Namun, China mengatakan tindakan perdagangan terhadap Australia itu tidak ada hubungannya dengan dorongan untuk penyelidikan asal-usul virus corona baru.

Vicki Thomson, kepala eksekutif Group of Eight, yang mewakili universitas-universitas top Australia, mengatakan kepada Reuters bahwa universitas sedang terseret ke dalam sengketa diplomatik.

"Pendidikan internasional digunakan sebagai pion politik," katanya.

Thomson pada Selasa mengatakan kedutaan besar China telah memberitahunya bahwa pihak Kedubes belum menerima laporan tentang siswa asal China yang diserang di Australia selama pandemi COVID-19.

Dia juga mengatakan kedutaan China sebelumnya telah meyakinkan bahwa perjalanan pelajar tidak akan terganggu, maka dia "khawatir dan kecewa" tentang peringatan Kementerian Pendidikan China untuk para pelajar China itu.

Sekitar 20.000 mahasiswa asal China yang terdaftar di Universitas Group of Eight Australia berada di negaranya dan belajar secara daring karena pembatasan perjalanan akibat wabah virus corona, kata Thomson.

"Kami memiliki catatan keselamatan yang kuat di seluruh Australia," ujarnya.

Thomson lebih lanjut menyebutkan bahwa Australia menempati peringkat kedua setelah Selandia Baru sebagai tempat yang menarik untuk belajar karena penanganannya terhadap virus corona, menurut sebuah survei terhadap 400 lembaga pendidikan oleh Navitas.

Namun, beberapa kritik di dalam negeri menyebutkan bahwa sektor universitas Australia terlalu bergantung pada pemasukan dari biaya pendidikan mahasiswa dari satu negara.

Kantor Audit pemerintah negara bagian New South Wales menemukan biaya pendidikan dari siswa luar negeri, senilai 3,6 miliar dolar Australia, merupakan sepertiga dari pendapatan universitas di negara bagian itu pada 2019.

Di Universitas New South Wales, Universitas Sydney, dan Universitas Wollongong, pendapatan dari mahasiswa asing, terutama dari China, melebihi dari mahasiswa domestik.

Wakil presiden kantor Layanan Investor Moody's, John Manning, mengatakan pembatasan perjalanan untuk menghentikan penyebaran virus corona baru akan membatasi dampak peringatan China terhadap pendapatan universitas tahun ini.

"Dalam jangka panjang, dengan sejumlah universitas berada di peringkat terbaik di dunia, kami berharap lembaga-lembaga pendidikan Australia akan tetap menarik bagi siswa internasional," katanya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Australia sebut tak berperang dagang dengan China
Baca juga: Australia sebut China tak respons permintaan untuk redakan ketegangan

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020