Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten fokus mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) industri di Indonesia, salah satunya melalui pembenahan pembelajaran pendidikan vokasi yang diharapkan mampu menghasilkan SDM industri berdaya saing tinggi, serta terserap dunia industri.
“Kami terus membuat inovasi dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan vokasi. Misalnya, kurikulum harus customized atau disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga mampu menghasilkan SDM industri yang unggul,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Industri (BPSDMI) Kemenperin Eko SA. Cahyanto lewat keterangannya diterima di Jakarta, Senin.
Eko mengungkapkan, BPSDMI Kemenperin telah memetakan beberapa hal penting agar fungsi pendidikan vokasi berjalan baik.
“Pertama pendidikan vokasi di lingkungan Kemenperin harus adaptif dengan kebutuhan industri, sehingga perlu spesialisasi pada sektor industri tertentu,” ujarnya.
Baca juga: Kemendikbud: 'Passion' pendidikan vokasi akan lahirkan kompetensi
Kemudian, setiap pendidikan vokasi Kemenperin harus berbasis kompetensi. Infrastruktur kompetensi yang kuat meliputi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang disusun praktisi industri, serta dilengkapi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan tempat uji kompetensi (TUK) untuk melakukan sertifikasi kompetensi.
Selanjutnya, pendidikan vokasi yang link and match dengan sektor industri. Melalui kerja sama ini, perusahaan industri mendukung sekolah menjalankan sistem pendidikan vokasi dual system yang memprioritaskan praktik kerja, perbandingannya 70:30 dengan pembelajaran di kelas.
Program link and match juga memberikan manfaat bagi industri dengan lahirnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri.
Baca juga: Kemenperin: Program penerimaan vokasi industri tembus 20.000 pendaftar
Eko menambahkan, BPSDMI Kemenperin juga berupaya agar pendidikan vokasi industri mampu beradaptasi dalam berbagai keadaan, misalnya dalam era new normal.
Sistem belajar mengajar yang tadinya dilakukan dengan tatap muka disesuaikan menjadi e-learning. Cara itu merupakan adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi selama pandemi Covid-19 belum berakhir.
“Tentunya cara baru yang telah dimulai saat new normal bisa menjadi sebuah pondasi agar terus dikembangkan dan disempurnakan. Dengan demikian, pembelajaran ke depan bisa menggunakan konsep blended learning, yaitu pendidikan yang menggabungkan metode pembelajaran tatap muka di ruang kelas dengan e-learning,” ungkapnya.
Menurut Eko, metode demikian juga mendorong para pengajar untuk meningkatkan kemampuannya, karena menuntut mereka untuk makin memahami, serta terampil dalam pemilihan metode pengajaran dari jarak jauh secara efektif.
“Terpenting dalam pembelajaran di era new normal adalah upaya menyediakan pengalaman belajar yang mendorong peserta didik lebih banyak berbuat, mengamati, berinteraksi, berkomunikasi dan memberikan umpan balik dalam membangun pengetahuan sehingga siswa dapat belajar lebih efektif,” jelasnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020