• Beranda
  • Berita
  • Anggaran penanganan COVID-19 di Surabaya baru terserap 23 persen

Anggaran penanganan COVID-19 di Surabaya baru terserap 23 persen

16 Juni 2020 10:59 WIB
Anggaran penanganan COVID-19 di Surabaya baru terserap 23 persen
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat mencoba thermal scanner atau alat pemindai suhu tubuh dipasang di Balai Kota Surabaya, Jumat (12/6/2020). (FOTO ANTARA/HO-Humas Pemkot Surabayaya)
Anggaran penanganan virus corona jenis baru atau COVID-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang bersumber dari APBD Surabaya 2020 sebesar Rp208.908.341.686 hingga saat ini baru terserap 23 persen.

Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti, di Surabaya, Selasa, mengatakan anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp208.908.341.686 tersebut berasal dari refokusing dan realokasi APBD Surabaya 2020 sebesar Rp196.408.341.686 ditambah dengan alokasi belanja tidak terduga pada APBD murni sebesar Rp12.500.000.000.

"Namun anggaran tersebut baru terserap kurang lebih 23 persen," katanya.

Menurut dia, ada anggaran dalam aspek sosial sebesar Rp161.075.121.900 yang belum digunakan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan COVID-19. Hal ini, lanjut dia, dikarenakan pemkot mengoptimalkan bantuan-bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos), Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan pihak swasta.

Baca juga: Penggunaan 60 persen masker jamin rasio penularan di angka 1

Baca juga: BIN perpanjang tes COVID-19 maraton di Surabaya sampai 20 Juni


"Adanya bantuan-bantuan tesebut perlu disyukuri sehingga Pemkot Surabaya masih punya alokasi untuk anggaran penanganan COVID-19," ujarnya.

Namun demikian, kata dia, harus dipastikan lagi terkait dengan problem sosial di Surabaya apakah benar-benar sudah tidak ada. Kalau sekiranya masih ada warga yang kesulitan, lanjut dia, maka Pemkot Surabaya jangan sampai tidak melakukan intervensi apapun.

Terkait dengan apa yang disampaikan Wali Kota Surabaya ke sejumlah media bahwa pemkot
melakukan penghematan, Reni mengatakan bahwa secara subtansi pihaknya setuju karena penghematan adalah langkah yang baik.

Tetapi yang tidak kalah penting menurut Reni adalah tidak hanya penghematan dalam kondisi darurat pandemi COVID-19 ini, melainkan yang dibutuhkan adalah ketepatan, tepat dalam penganggaran dan langkah strategis kebijakan.

Ketika pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di Surabaya mulai merangkak naik sejak Maret hingga 14 Juni dengan kumulatif positif mencapai 4.014 orang, sembuh 1.269 orang dan meninggal 317 orang, kata Reni, hal tersebut semestinya menjadi evaluasi mendalam bagi Pemkot Surabaya di antaranya adalah alokasi anggaran dan penggunaan anggaran hingga saat ini.

"Kalau dengan alasan penghematan, pemkot tidak memberikan dukungan anggaran pada program yang sifatnya unggulan dan signifikan dalam penanganan COVID-19, saya kira itu kurang tepat. Seharusnya saat ini menjadi momen yang penting, kritis dan krusial dalam penanganan COVID-19," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengakui bahwa dirinya berpikir panjang untuk memastikan anggaran yang digunakan untuk belanja tersebut benar-benar efektif.

Selain itu, Risma memang tidak suka bila mengeluarkan biaya besar, tapi hanya untuk jangka pendek. Dikhawatirkan peralatan yang hanya khusus untuk penanganan COVID-19 itu tidak terpakai begitu pandemi berakhir.

Ia menyebutkan bahwa anggaran yang dimiliki pemkot memang terbatas sehingga harus benar-benar dihemat dan dialokasikan untuk penanganan jangka panjang.*

Baca juga: NU minta karaoke dan spa di Surabaya tidak dibuka

Baca juga: Warga Surabaya sembuh dari COVID-19 disambut musik terbangan

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020