Salah satu pelopor pengembangan padi varietas baru dengan kode UM-400, Dr David Hermawan di Malang, Selasa, mengemukakan ketahanan pangan keluarga di masa pandemi COVID-19 menjadi perhatian khusus UMM.
"Kondisi pendemi COVID-19 membuat kami berpikir keras, bagaimana cara menjaga ketahanan pangan keluarga, regional maupun nasional. Oleh karena itu, kami berkolaborasi dengan dosen lain dan mahasiswa untuk mengembangkan padi unggulan untuk menjawab tantangan terkait ketersediaan pangan ini," kata David.
Padi unggulan yang dihasilkannya jauh lebih banyak ketimbang jenis padi lainnya. Jika lazimnya satu batang pohon padi hanya 125-200 bulir saja, padi yang dikembangkan UMM mampu menghasilkan lebih dari 400 bulir.
Baca juga: Varietas unggul Inpari 32 dan 42 mampu hasilkan padi 10 ton/ha
Uji perdana yang dilakukan sukses. Padi varietas baru dengan kode UM2-400 merupakan silangan dari beberapa padi varietas lokal di Jawa Timur. UM2-400 adalah varietas lokal yang dikembangkan Fakultas Pertanian dan Peternakan UMM, satu batang bisa menghasilkan 400 bulir padi dengan menggunakan teknologi khusus.
"Mulai dari pembibitan benih x, pengolahan tanah seperti pupuk yang digunakan juga organik. Kemudian, supporting karena tidak pakai pestisida, penyemprotannya memakai teknologi drone," paparnya.
Hanya saja David yang juga Dekan FPP UMM itu enggan menjawab ketika ditanya soal jenis varietas padi yang disilangkan. "Bibit hasil dari kawin silang 4 varietas padi. Kalau jenis apa sama apa, rahasia dong," ucapnya.
Dia mengatakan bibit yang mereka kembangkan adalah bibit unggul yang tahan hama. Selain itu, batangnya juga kuat dan tahan angin.
"Kan sering banyak yang gagal panen karena padinya ambruk. Jadi, kami coba kembangkan ke arah itu. Selain itu, bulir yang kami kembangkan rata-rata di atas 400. Jumlah ini lebih banyak dari varietas padi lainnya yang hanya 125-200 bulir per batang. Kini kami sedang mengembangkan yang 600-700 bulir," ujarnya.
Baca juga: BATAN perbaiki kualitas varietas lokal perkuat kepemilikan lokal
David membeberkan untuk menghasilkan beras kualitas bagus, tak hanya diperlukan pembibitan yang baik, tetapi diperlukan pula pengolahan lahan dan pupuk yang bagus. “Kami memakai pupuk cair dan pupuk kandang yang dibuat oleh para mahasiswa yang praktikum,"ujarnya.
Beras varietas unggul yang dikembangkan FPP itu ditanam di areal persawahan milik UMM yang ada di daerah Tegalgondo, Kabupaten Malang. Kelebihan dari varietas ini adalah produksinya lebih banyak dari produksi pada umumnya. Sedangkan masa panen sama sekitar 105 hari.
Ini bisa sampai 2-3 kali produksi dari jenis biasa. Panen secara nasional rata-rata 5,1 ton per hektare, kalau pakai varietas ini bisa 12 ton per hektare, dengan biaya produksi lebih murah, yakni Rp15 juta per hektare, sedangkan pertanian konvensional rata-rata membutuhkan dana sekitar Rp20 juta per hektare," ucapnya.
David berharap nantinya varietas ini bisa menunjang swasembada pangan nasional. "Kalau pemerintah mau, tidak perlu impor beras dan mengurangi devisa negara, kita bisa menghasilkan produk dengan produktivitas tinggi dan sehat karena tidak menggunakan pupuk kimia," tuturnya.
Menurut dia, apabila varietas ini dipakai di Malang Raya, kebutuhan beras di wilayah itu akan tercukupi, bahkan lebih.
"Pengamatan saya, kita punya sekitar 70.000 hektare. Kalau misalkan 70.000 hektare kali rata-rata 10 ton saja, berarti ada 700.000 ton lebih. Saya kira cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan warga se- Malang Raya,” ujar David.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020