"Kami tinggal menunggu petikan putusan untuk mengajukan eksekusi pembukaan blokir beberapa rekening yang sampai sekarang masih dibekukan, yang jelas ada lebih dari 5 rekening," kata pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro sebelumnya menyatakan majelis kasasi menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sehingga Sofyan tetap dinyatakan bebas.
"Permohonan kasasi Penuntut Umum ditolak karena menurut majelis hakim kasasi, putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat sudah tepat dan benar dalam pertimbangan mengenai penerapan hukumnya," kata Andi Samsan.
Baca juga: Kasasi KPK ditolak MA, Sofyan Basir tetap bebas
Putusan kasasi itu dipimpin oleh majelis hakim dengan ketua majelis Suhadi dan anggota majelis Sofyan Sitompul, Krisna Harahap, Abdul Latief dan Leopold Luhut Hutagalung.
"Bahwa terdakwa tidak terbukti terlibat membantu melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Lagi pula alasan kasasi Penuntut Umum sudah merupakan fakta dan penilaian hasil pembuktian, atas dasar dan alasan tersebut majelis hakim kasasi dengan suara bulan menyatakan permohonan kasasi Penuntut Umum harus ditolak," ungkap Andi Samsan.
Perkara itu diputus pada Selasa, 16 Juni 2020.
"Kami sampaikan alhamdulillah, saya kira itu putusan yang sudah tepat, karena memamgn sejak awal tidak ada jejak atau 'mens rea' Pak Sofyan Basir untuk melakukan pembantuan tindak pidana korupsi. Fakta-fakta yang ada dapat dibaca di pertimbangan putusan majelis pengadilan tipikor waktu itu," tambah Soesilo.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim pengadilan Tipikor pada 4 November 2019 menyatakan Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua dakwaan.
Sofyan dinilai tidak terbukti mengetahui kesepakatan penerimaan fee yang akan diterima oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johannes Budisutrinso Kotjo dari CHEC Ltd. sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS yang akan diberikan kepada sejumlah pihak.
Terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim yaitu pertama sesuai dengan keterangan Setya Novanto yang tidak tahu catatan tersebut, sedangkan Sofyan yang menandatangani perjanjian IPP PLTU MT Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources Limited (BNR) Ltd. dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC,Ltd.) tidak tercantum atau bukan sebagai pihak yang menerima fee sehingga Sofyan dinilai tidak memahami dan tidak tahu fee yang akan diterima Johannes Kotjo dan tidak tahu kepada siapa saja akan diberikan.
Baca juga: Pakar hukum: KPK harus dahulukan bukti materiil, bukan dugaan
Kedua, terkait penerimaan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 2014—2019 dan Idrus Marham uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo juga dinilai hakim tidak diketahui Sofyan.
Alasannya, sesuai dengan keterangan Eni Maulani Saragih bahwa uang dari Johannes Kotjo tersebut bahwa terdakwa Sofyan sama sekali tidak tahu.
Ketiga, tindakan Sofyan selaku Dirut PLN yang telah menandatangani kesepakatan IPP PLTU MT Riau-1 antara PJBI, BNR, dan CHEC bukan karena keinginan Sofyan. Penandatangan itu bukanlah keinginan Sofyan maupun Eni dan Johannes Kotjo dan PT PLN Persero memiliki saham 51 persen tanpa membebani keuangan PT PLN.
Terkait dengan penerimaan uang dari Johanes Kotjo secara bertahap Rp4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan Sofyan Basir dan tidak ada kaitannya dengan proyek PLTU MT Riau-1 karena sudah sesuai dengan ketentuan presiden tentang infrakstruktur dan ketenagalistrikan, sesuai dengan keterangan Eni dan Kotjo bahwa Sofyan tidak tahu penerimaan uang.
Baca juga: KPK sertakan dua bukti tambahan dalam memori kasasi Sofyan
Baca juga: KPK serahkan memori kasasi terkait Sofyan Basir ke MA Kamis
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020