"Alasan pelibatan perempuan dalam terorisme berdasarkan hasil wawancara yang kami peroleh, dan tentu saja tidak mewakili pandangan umum seluruh perempuan. Menurut mereka (teroris), perempuan diandalkan dalam soal loyalitas, kesetiaan dan kepatuhan. Perempuan juga paling mudah percaya dan tunduk dengan nuansa yang berbau agama," ujar Boy dalam webinar "Perkembangan dan Pencegahan Radikalisme di Kalangan Perempuan Indonesia" di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kowani: Perempuan yang mudah percaya hoaks rentan terjerat terorisme
Sebagian perempuan mengakses media sosial, tetapi dengan tingkat literasi yang rendah, sehingga mudah terpengaruh. Penggunaan internet di Indonesia sudah mencapai 150 juta pengguna, demikian juga penggunaan media sosial yang tinggi, namun sangat rentan di antara pengguna media sosial itu mengonsumsi atau melakukan pencarian informasi terkait radikalisme.
"Pelibatan perempuan juga digunakan sebagai siasat untuk mengelabui aparat penegak hukum. Jadi digunakan sebagai kamuflase, sehingga bisa membantu perjuangan para teroris itu," tuturnya.
Selain itu, perempuan juga dianggap efektif untuk mengelabui dan akhir-akhir ini sudah terlihat bahwa perempuan dimanfaatkan untuk tujuan mereka. Peran perempuan dalam terorisme, yakni pendamping dan pengikut setia, ahli propaganda dan rekrutmen, maupun perakit bom atau pelaku bom bunuh diri.
Baca juga: BNPT: Ormas Islam kunci pencegahan paham radikal terorisme
Sejumlah upaya dilakukan untuk membendung kaum perempuan agar tidak terlibat aksi radikalisme, yakni dengan kontra radikalisasi (melakukan kontra narasi, kontra ideologi, dan kontra propaganda, serta mengisi ruang publik dunia maya dengan konten dengan nilai kedamaian dan persatuan), melakukan penguatan ekonomi dan integrasi sosial, dan menjadikan perempuan sebagai agen perdamaian.
Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan paham radikal dan teroris menyebarkan pengaruhnya melalui online dan offline. Secara online melalui media sosial (Facebook, Twitter dan Instagram), yang diakses melalui gawai yang menjadi bagian keseharian masyarakat.
"Perempuan cenderung mudah dipengaruhi, mudah percaya kepada informasi-informasi dan hoaks, sehingga mudah terjerumus dalam jeratan terorisme," kata Giwo.
Saat ini terorisme bukan hanya dilakukan oleh laki-laki, namun juga kaum perempuan. Beberapa tahun terakhir, ada tren perempuan menjadi sasaran organisasi ekstremis (teroris) yang memanfaatkan posisi perempuan sebagai penggerak di garis depan, propagandis, dan perekrut.
Baca juga: Mahfud sebut negara miliki tugas serius perangi terorisme
Baca juga: Duta Damai Dunia Maya bentengi generasi muda dari narasi kekerasan
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020