"Saya lihat gempa di Sumbar kemarin terjadi pada jalur lempengan besar Nias-Mentawai, sehingga akan ada gempa-gempa lain," kata Koordinator Dewan Pakar IAGI Sumut dan NAD, Jonathan I Tarigan, kepada ANTARA News di Medan, Kamis.
Menurut dia, patahan lempengan besar Nias-Mentawai itu merupakan pertemuan antar dua lempeng bumi, yakni lempengan Samudera Hindia dan lempengan Benua Asia.
Kedua lempengan bumi itu dari Sumbar melewati Pulau-Pulau Batu, wilayah Kepulauan Tello, Nias Selatan kemudian Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, Dairi, Karo, Langkat, Selat Malaka dan Thailand.
Sedikitnya terdapat sebanyak empat titik patahan dari pertemuan kedua lempengan bumi itu dan titik utama dari patahan itu yakni "patahan "Nias yang tepat berada di dasar laut wilayah perairan Pulau-Pulau Batu.
Kemudian "patahan Ordi" yang memiliki jalur patahan di wilayah Karo dan Tapanuli Tengah yang terbentuk akibat gempa berkekuatan 7,7 SR pada tahun 1935.
Lalu "patahan Mergui" yang berada diantara perairan Selat Malaka dan Thailand akibat gempa tahun 1935 dan "patahan Bahorok" yang berada di jalur Karo-Langkat akibat gempa 7,2 SR tahun 1936.
"Kalau melihat siklus ulangan dalam kurun waktu 80 tahun maka gempa-gempa lain juga akan terjadi di Sumatera selain gempa Sumbar yang terjadi Rabu (30/9) sore," jelasnya.
Gempa-gempa yang terjadi pada jalur patahan Nias-Mentawai yang tidak bisa diprediksi itu juga berpotensi menimbulkan gelombang tsunami jika terjadi di laut seperti Samudera Hindia dan Selat Malaka.
"Kalau pusat gempa berada di laut seperti `patahan Nias`, maka potensi tsunami kemungkinan besar melanda daerah sekitar seperti Sibolga, Tapanuli Tengah dan wilayah pantai barat Sumatera," ujarnya. (*)
Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009