Daya beli masih lemah, orang masih takut tertular COVID-19, surat-suratnya juga tidak mudah, tarif malah dinaikkan jadi mahal
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati menilai rencana kenaikan tarif pesawat yang telah direstui oleh pemerintah tidak sejalan dengan daya beli masyarakat yang masih lemah akibat pandemi COVID-19.
“Daya beli masih lemah, orang masih takut tertular COVID-19, surat-suratnya juga tidak mudah, tarif malah dinaikkan jadi mahal,” kata Arista kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Arista menambahkan saat ini kurva positif COVID-19 juga masih terus merangkak naik yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk menunda penerbangan.
“Saat ini kalau tarif dinaikkan, masih ramai COVID. Setiap hari positif masih di atas 1.000-an, bukannya menurun malah naik karena pemerintah gencar melakukan rapid test dan swab test. Artinya pandemi ini masih ancaman. Masyarakat masih trauma, mereka mikir juga mau terbang,” katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pada Juni - Juli, fokus masyarakat masih ke biaya pendidikan karena memasuki tahun ajaran baru dilanjutkan dengan Agustus hingga November itu musim sepi (low season).
“Pasar korporasi juga drop (turun). Banyak koordinasi antarcabang saat ini bisa dilakukan dengan zoom dan webinar sebagai jalan keluar antarkorporasi,” katanya.
Harapan terakhir bagi maskapai, Arista mengatakan yakni saat musim liburan akhir tahun dan liburan sekolah pada Desember.
Selain itu, Arista menilai kenaikan tarif seharusnya diatur oleh Kementerian Perhubungan di mana mekanismenya maskapai melalui Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Inaca) mengajukan ke Kemenhub bukan Kemenko Bidang Maritim dan Investasi.
“Menhub yang memutuskan,” katanya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin mengatakan maskapai bisa menaikkan harga tiket hingga menyentuh tarif batas atas (TBA) untuk kembali menggairahkan industri penerbangan yang kian lesu akibat pandemi COVID-19.
Garuda Indonesia selama pandemi COVID-19 sudah mengandangkan 70 persen pesawat yang berpengaruh kepada penurunan pendapatan sebesar 90 persen.
Sementara itu, Lion Air Group sempat menghentikan sementara penerbangan niaganya pada 5 Juni 2020, namun saat ini beroperasi kembali mulai 10 Juni 2020.
Aturan soal harga tiket maskapai tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Baca juga: Pemerintah izinkan maskapai naikkan tarif
Baca juga: Jika normal baru berlangsung lama, Garuda pertimbangkan kenaikan tarif
Baca juga: Inaca sambut baik langkah pemerintah sesuaikan tarif batas pesawat
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020