Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mendorong pemerintah memaksimalkan sosialisasi regulasi terbaru terkait pengedaran pangan secara daring ke tengah masyarakat.Peraturan ini akan mendukung upaya untuk memastikan keamanan pangan pada konsumen
"Peraturan ini akan mendukung upaya untuk memastikan keamanan pangan pada konsumen. Namun, efektivitas peraturan ini juga membutuhkan partisipasi pengusaha untuk memastikan berjalannya implementasi di lapangan," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Pastikan keamanan pangan saat pandemi, BPOM lakukan sejumlah upaya
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring pada 7 April 2020.
Dengan demikian, maka seluruh apotek, penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF), pelaku usaha, dan penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang menyelenggarakan peredaran obat dan makanan secara online harus menyesuaikan kegiatannya dalam memastikan keamanan obat dan pangan yang dijual dengan peraturan badan yang paling lambat tiga bulan sejak diundangkan atau pada 7 Juli 2020.
Ira mengingatkan bahwa tren pemesanan makanan lewat aplikasi daring memang naik signifikan pada pasar Indonesia.
"Data memprediksi pengiriman makanan online Indonesia akan mengalami tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 11,5 persen pada 2020-2024. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pemesanan makanan lewat aplikasi seperti ini berkontribusi terhadap 27,85 persen dari seluruh penjualan e-commerce pada 2018," paparnya.
Selain itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian, konsumsi makanan olahan atau ultra-olahan meningkat sebesar 9,63 persen antara 2017 dan 2019.
Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi konsumen pangan adalah melalui penerbitan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020.
Ira berpendapat hal ini adalah langkah positif pemerintah untuk memastikan keamanan pangan yang dijual secara daring.
"Contohnya adalah terkait izin edar, kemasan, dan kewajiban BPOM untuk membina pelaku usaha dan masyarakat terkait obat dan pangan yang dijual secara online. Peraturan tersebut menjadi ukuran bahwa pemerintah menyadari liabilitas tambahan yang mungkin terjadi akibat transaksi yang dilakukan secara online," ucapnya.
Namun, Ira menyoroti bahwa kebijakan ini diundangkan dengan minim sosialisasi dan konsultasi publik, sehingga dapat berakibat pada pelaksanaan dan implementasi yang kurang kuat, di mana ketidaksiapan pelaku usaha dan konsumen bisa menjadikan kebijakan pemerintah kurang efektif.
Sebelumnya, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan pentingnya pengelola pasar daring atau marketplace online menerapkan standar kualitas layanan dalam rangka meminimalkan keluhan konsumen.
"Edukasi di level produsen atau para penjual online harus terstandarisasi oleh pengelola pasar daring atau marketplace, agar tidak menimbulkan keluhan dan bahkan kerugian di pihak konsumen," ujar Eko Listiyanto.
Dia mengatakan bahwa saat ini standardisasi yang sudah ada di pasar daring terkait larangan penjualan untuk barang-barang tertentu, seperti senjata api.
Namun, untuk standar kualitas di pasar daring belum ada, yang baru tersedia adalah mekanisme terkait pengaduan konsumen.
Eko juga menilai pada tingkatan tertentu, ada juga penjual online yang berjualan di e-commerce yang memang niatnya sengaja untuk menipu konsumen dan mencederai reputasi pengelola pasar daring tersebut.
"Kalau pelaku e-commerce tidak betul-betul memperhatikan hal tersebut, maka keluhan-keluhan dari konsumen akan sering terjadi," ujarnya.
Baca juga: Indef: COVID-19 percepat transformasi bisnis online makanan-minuman
Baca juga: BPOM gencar awasi peredaran obat dan makanan secara daring
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020