• Beranda
  • Berita
  • Bisnis oleh-oleh Lombok, antara bertahan dan mati suri

Bisnis oleh-oleh Lombok, antara bertahan dan mati suri

21 Juni 2020 17:05 WIB
Bisnis oleh-oleh Lombok, antara bertahan dan mati suri
Suherman Pemilik Toko Oleh-oleh Palam Perdana, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). (ANTARA/Nur Imansyah).

Pariwisata menjadi salah satu bagian terpenting penunjang perekonomian dan pembangunan di Nusa Tenggara Barat. Namun, kala pandemi COVID-19 merebak, industri pariwisata di provinsi itu langsung terpukul.

Sejak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengumumkan adanya kasus pertama positif COVID-19 awal Maret 2020 lalu, tak ada lagi wisatawan yang datang.

Destinasi wisata seluruhnya ditutup, pelancong pun juga sepi. Hotel-hotel juga berhenti beroperasi. Biro perjalanan pun juga bernasib sama.

Termasuk, bisnis oleh-oleh, baik toko besar maupun kecil juga merasakan dampak bagaimana sulitnya memperoleh pendapatan di kala pandemi. Sebagian menutup usaha, merumahkan karyawan dan tetap bertahan dengan kondisi seadanya.

Kini persebaran COVID-19 sudah mendera seluruh provinsi dan sebagian besar negara di dunia. Banyak di antaranya memilih mengisolasi diri. Hampir mustahil saat ini orang memilih berlibur ke Lombok, NTB, di tengah pandemi.

Palam Perdana, adalah salah satu toko oleh-oleh di Lombok. Terletak di Jalan Adi Sucipto, toko itu biasa jadi rujukan pelancong membeli berbagai macam makanan khas Lombok.

Namun, semenjak merebaknya virus Corona, kini mereka harus megap-megap karena tak ada lagi tamu yang datang meski tetap memilih untuk bertahan dengan tetap membuka toko. Suasana lengang menghiasi suasana toko. Tak ada pembeli dan transaksi.

"Boleh dikatakan kita mati suri, tidak ada transaksi sama sekali karena tidak ada tamu yang datang," kata Suherman pemilik Toko Oleh-oleh Palam Perdana, Sabtu.

Baca juga: 520 bhabinkamtibmas NTB bagikan sembako untuk pekerja pariwisata


Tetap buka 

Diakui, Bang Herman sapaan akrabnya, kebanyakan toko oleh-oleh tutup, kalau pun ada yang buka hanya sekedar buka untuk mengisi aktivitas biar tidak berdiam diri.

"Alhamdulillah untuk toko, saya tidak tutup. Saya tetap buka dan buka ini pun jadi obat supaya tidak berdiam diri," ujarnya.

Ia menceritakan, semenjak wabah COVID-19 merebak di NTB pada bulan Maret lalu, seluruh tamu langsung membatalkan kunjungannya ke Lombok. Otomatis sejak saat itu pariwisata langsung sepi. Imbasnya, omzet atau pendapatan dari berjualan oleh-oleh pun langsung merosot.

Sebelum COVID-19, tamu yang datang ke toko Oleh-oleh miliknya selalu ada setiap hari. Total bisa sampai 500 orang perhari.

Dia memperkirakan bila tidak COVID-19, jumlah tamu yang datang ke Lombok dan masuk ke tokonya bisa sampai 8.500 orang sebulan.

"Kalau ada tamu, paling tidak pasti belanja. Terkecil mereka berbelanja itu di kisaran Rp200 ribu sampai lebih," ucapnya.

Padahal menurutnya, bulan Maret boleh dikatakan bulan ramai kunjungan wisatawan ke Lombok, baik dari domestik maupun mancanegara.

Baca juga: Kemenparekraf akan salurkan 15.000 paket sembako untuk NTB


Hidupkan UKM

Sekitar 85 persen tamunya berasal dari Jakarta, Bandung, Surabaya Pulau Jawa keseluruhan. Kemudian tamu dari kota-kota di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Untuk luar negeri kebanyakan dari Malaysia dan Singapura.

"Secara persentase hampir 85 persen itu tamu domestik, sisanya dari Malaysia dan Singapura," tuturnya.

Jika melihat kalender pariwisata, tamu yang datang ke Lombok mulai 25 Desember sampai 15 Januari. Istirahat di Februari sampai puasa.

"Biasanya istirahat 3 pekan setelah Lebaran, biasanya ramai lagi sampai sekarang," kata Herman.

Apalagi banyak kegiatan MICE yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kalau perusahaan itu biasanya melalui outbond, ada kunjungan kerja dewan. Kalau masyarakat umum itu kunjungan ziarah-ziarah. Semuanya kalau sudah liburan pasti sempatkan diri mampir untuk belanja oleh-oleh.

Toko oleh-oleh miliknya sendiri menjual berbagai macam makanan khas Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Untuk mendapatkan pasokan makanan tersebut, dirinya bekerjasama dengan 25 UKM. Namun, karena COVID-19 pasokan diistirahatkan untuk sementara waktu sampai kondisi pulih.

Meski COVID-19 dan sepi pengunjung, Herman mengaku tetap membuka usahanya. Alasannya sederhana karena dirinya masih memikirkan nasib 12 orang karyawan yang sudah sejak lama bekerja kepadanya. Belum termasuk dua orang satuan pengaman dan dua orang penjaga malam.

"Saya adalah salah satu toko yang tidak merumahkan karyawan. Mereka tetap bekerja seperti biasa meski nggak ada tamu. Untuk gaji tetap kita bayar karena mereka juga punya keluarga di rumah, meski ada penyesuaian. Tapi saya yakin rejeki sudah ada yang atur, kita jalan saja dan tetap istiqomah," kata Herman.

Baca juga: KKP siap pulihkan pariwisata bahari Gili Matra Nusa Tenggara Barat


Tetap optimistis

Dia menambahkan meski pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meringankan dunia usaha, namun belum dirasakan membantu secara kongkrit oleh kalangan dunia usaha. Karena tidak semua bisa memanfaatkannya.

"Memang ada bantuan stimulus berupa keringanan dari pemerintah seperti pajak. Tapi setahu saya teman-teman ada yang manfaatkan ada juga tidak. Karena mengurusnya juga  berbeda-beda terutama di perbankan kesulitan," terangnya.

Kendati demikian, pihaknya berharap virus Corona ini cepat berlalu, sehingga pariwisata NTB kembali menggeliat. Pasalnya, setelah gempa yang terjadi menimpa NTB pada 2018 lalu, kondisi pariwisata NTB belum begitu pulih.

Namun, dibalik pandemi ini, dirinya mengaku tetap memiliki secercah harapan dan optimisme bahwa dunia pariwisata akan bangkit dan kembali seperti sediakala setelah COVID-19 berlalu.

"Jadi lengkap bisa dikatakan penderitaan kita. Kondisi gempa belum normal ditambah COVID-19. Ya, mau bilang apa seleksi alam sudah begini. Tapi kami tetap optimis kondisi akan kembali normal," katanya.

Baca juga: Kemenparekraf siapkan tatanan normal baru sektor pariwisata NTB


Bersiap normal baru

Dinas Pariwisata NTB sendiri mengakui semenjak virus Corona merebak, kondisi pariwisata NTB menjadi lesu baik dari pelaku wisata maupun masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari pariwisata.

Namun, kondisi ini juga di alami oleh seluruh daerah di Indonesia, bahkan tidak saja Indonesia, seluruh dunia juga merasakan pandemi COVID-19.

Dinas Pariwisata NTB mencatat akibat COVID-19 sebanyak 15.000 pekerja yang bergerak di sektor pariwisata harus dirumahkan akibat dampak dari COVID-19. Rinciannya 6.122 orang di bidang hotel, 1.874 di bidang Pokdarwis, 1.357 travel/guide, 676 porter, Homestay 213, 2.410 ekraf/IKM, 394 sanggar seni, 353 lapak kuliner, 617 boatman dan 984 petugas kebersihan, tiket serta asongan.

Kepala Dinas Pariwisata NTB, H Lalu Moh
Faozal mengatakan untuk mengatasi kondisi itu pemerintah juga tidak tinggal diam. Salah satunya melalui Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah merancang strategi untuk memulihkan dampak dari pandemi COVID-19, termasuk membuat mitigasi di sektor pariwisata hingga masa pandemi ini berakhir.

Salah satu bentuknya, merancang program Padat Karya Tunai menjadi fokus utama pemerintah selama masa pemulihan COVID-19 dengan mengutamakan aspek pemberdayaan masyarakat desa khususnya yang miskin, terdampak PHK dan bersifat produktif, kemudian, mengutamakan pemanfaatan sumberdaya, tenaga kerja, bahan/material dan teknologi lokal, termasuk, meningkatkan pendapatan dan daya beli serta mengurangi pengangguran.

Ada tiga tahapan untuk merancang pembenahan dan pemulihan industri kreatif dan pariwisata di NTB, yakni tahap tanggap darurat, tahap pemulihan dan tahap normalisasi. Untuk fase tanggap darurat dimulai sejak bulan Maret hingga akhir bulan Mei.

Dinas Pariwisata NTB telah melakukan upaya untuk menekan dampak buruk yang terjadi pada perekonomian masyarakat di sektor pariwisata. Salah satu langkah yang diambil adalah berkoordinasi dengan Kemenparekraf serta pemerintah kabupaten/kota untuk membantu para pekerja, termasuk mendorong kebijakan fiskal bagi pelaku pariwisata berdasarkan permohonan asosiasi.

Baca juga: Hey Corona! Kembalikan pariwisata NTB


Upaya atasi masalah

Berdasarkan permohonan itu, Kemenparekraf melakukan fokus ulang anggaran untuk membantu para pekerja yang terdampak. NTB mendapat bantuan dengan kuota 15 ribu paket bahan makanan pokok bantuan Kemenparkraf untuk pekerja yang terdampak.

"Ini diharapkan bisa berpengaruh positif dan meringankan beban kepada para pekerja yang dirumahkan," kata Faozal.

Selain itu, dalam fase tanggap darurat ini, pihaknya membuat Command Center di Dinas Pariwisata NTB, untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan data pelaku usaha pariwisata yang terdampak COVID-19.

Upaya lain menyusun bahan tayangan terkait COVID-19 dalam bentuk infografis, membuat surat edaran Gubernur NTB yang ditujukan kepada bupati/walikota, asosiasi kepariwisataan se-NTB, termasuk melakukan upaya sterilisasi melalui disinfektisasi di kawasan tiga Gili, Kuta Mandalika, Islamic Center dan mengupayakan keringanan biaya listrik, air, sewa (untuk hotel, usaha atraksi, pelaku pariwisata).

Kemudian pada fase pemulihan, direncanakan dilakukan pada Juni hingga Desember 2020. Faozal berharap, pandemi ini bisa segera berakhir agar bisa fokus mendorong bergeraknya industri pariwisata dan ekonomi kreatif.

"Di awal fase ini, ada konsep normal baru pada promosi dengan sasaran pariwisata pasar domestik yang dibagi ke dalam beberapa bagian daerah. Preferensi produk wisatawan pada normal baru akan beralih ke produk yang lebih menekankan physical distance, kesehatan, self-driving, outdoor activity," katanya.

Untuk normal baru akan dimulai dari Tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno). Karena bagaimanapun kawasan tersebut menjadi episentrum destinasi wisata di NTB.

Baca juga: Penerbangan langsung kunci wisatawan banyak datang ke NTB


Proyek percontohan

Kawasan tiga Gili akan menjadi proyek percontohan (pilot project) untuk mengawali normal baru agar dapat memulihkan industri pariwisata dan perekonomian di Provinsi NTB, dengan tetap memperhatikan protokol COVID19.

"Kami telah menerapkan beberapa skenario untuk rancangan persiapan SOP normal baru dengan menyiapkan tim gabungan dari dinas-dinas maupun kabupaten serta stakeholder lainnya," katanya.

Menurutnya, saat ini juga tengah dirancang pembuatan regulasi berupa Surat Keputusan Gubernur untuk dapat ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Bupati dalam rangka pelaksanaan SOP new normal berbasis CHS (Clean Health and Safety).

"Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan SOP ini adalah penyusunan rencana aksi dan sosialisasi rencana aksi dengan seluruh stakeholder," katanya.

Semua akan dilaksanakan dengan menunggu konfirmasi pemerintah daerah serta Gugus Covid NTB dan Lombok Utara serta mempersiapkan bangsal satu pintu masuk menuju tiga Gili.

Pilot Project new normal untuk 3 Gili itu diharapkan akan dapat dilaksanakan sehingga dapat menjadi contoh bagi destinaasi wisata lainnya di NTB dan bahan di Indonesia.*

Baca juga: Festival Bau Nyale pembuka kalender pariwisata NTB sambut MotoGP

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020