Ahli gastroenterologi Dr Gilaad G Kaplan dari University of Calgary dan timnya mengkaji 5.191 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit di Calgary, antara 1999 dan 2006.
Mereka mendapati bahwa makin banyak orang dirawat di rumah sakit karena menderita radang usus buntu selama beberapa bulan musim yang lebih hangat antara April dan September, ketika orang lebih mungkin berada di luar rumah dan terpajan (exposed) terhadap polusi udara.
Tim itu memeriksa silang data pendaftaran rumah sakit dengan analisis bahan pencemar polusi udara satu pekan sebelum mereka dirawat.
Mereka mendapati pendaftaran mencapai angka tertinggi pada hari-hari konsentrasi paling tinggi ozon dan nitrogen dioksida.
Pria tampaknya lebih mungkin untuk terpengaruh oleh radang usus buntu selama pajanan terhadap polusi udara, tapi tidak jelas apakah perbedaan jenis kelamin itu memang ada, kata para peneliti tersebut sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi China, Xinhua.
Tak seorang pun mengetahui apa penyebab radang usus buntu, yang merupakan radang pada bagian tubuh yang mirip kantung dan menempel pada usus yang lebih besar.
Sebagian ahli telah menyatakan bahwa makanan rendah serat yang menjadi ciri khas negara industri mungkin mengakibatkan kotoran mengganggu pembukaan usus buntu, sehingga terjadilah infeksi.
Namun Kaplan menyatakan bahwa belum ada peningkatan besar dalam kandungan serat dalam makanan orang Kanada selama 20 tahun belakangan, tapi telah terjadi penurunan yang sangat besar dalam peristiwa radang usus buntu dalam setengah abad belakangan.
Kasus radang usus buntu meningkat secara tajam di negara industri pada Abad XIX dan awal Abad XX, tapi kemudian turun lagi pada pertengahan dan penghujung Abad XX, kata Kaplan dan penulis lain.
Penurunan itu terjadi bersamaan dengan adanya peraturan guna mengurangi kemeroosan kualitas udara.
Sementara itu, peristiwa radang usus buntu di negara berkemabng telah meningkat, sewaktu mereka menjadi lebih industrialis.
Kaplan mengakui timnya baru mengetahui hubungan antara pajanan terhadap polusi udara dan angka radang usus buntu yang lebih tinggi; mereka belum membuktikan sebab-akibat tersebut.
"Ini sangat mendorong dan ini akan mendorong kami melakukan penelitian lebih jauh, tapi ini masih jauh sebelum kami dapat mengatakan polusi udara memicu radang usus buntu," kata Kaplan kepada wartawan, Senin (5/10).(*)
Pewarta: ardik
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009