Honggo divonis secara "in absentia" (tanpa kehadirannya dalam sidang) karena hingga saat ini masih berstatus buron.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," Kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Dua mantan petinggi BP Migas divonis 4 tahun penjara
Baca juga: Dua mantan petinggi BP Migas dituntut 12 tahun penjara
Baca juga: Mantan Kepala BP Migas mengaku jalankan aturan jual kondensat
Putusan itu sedikit lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang meminta agar Honggo divonis 18 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Honggo Wendratno membayar uang pengganti sebesar 128.233.370,98 dolar AS dengan memperhitungkan nilai barang bukti berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik kilang LPG atas nama PT Tuban LPG Indonesia, Tuban, Jawa Timur.
"Bila terpidana tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun," Kata Hakim Rosmina.
Dalam kesempatan itu, Hakim mememerintahkan JPU mengumumkan putusan tersebut di papan pengadilan, kantor pemerintah dan media lainnya.
Sementara itu, Perbuatan Honggo bersama dengan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai 2.716.859.655 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).
Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.
Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi serta memiliki utang kepada PT Pertamina (Persero).
Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukkan itu menyalahi prosedur.
Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa selain itu penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.
Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.
PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.
Terhadap putusan itu, baik penuntut umum maupun JPU menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Terkait perkara ini, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan
JPU Kejaksaan Agung Bima Suprayoga terhadap putusan itu mengatakan pihaknya masih melakukan pencarian terhadap Honggo.
"Nanti setelah (putusan) inkracht (berkekuatan hukum tetap) kami akan tetap melakukan langkah-langkah pencarian terhadap Pak Honggo Wendratno," kata Bima seusai sidang.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020