Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan banyak terjadi kesalahan penggunaan anggaran belanja yang tidak sinkron antara kementerian/lembaga (K/L) dengan pemerintah daerah sehingga capaian kinerjanya tidak bisa optimal.Itu perlu sinkronisasi yang tentu manfaatnya lebih baik daripada dialokasikan dan direncanakan secara tidak terkoordinasi
“Itu perlu sinkronisasi yang tentu manfaatnya lebih baik daripada dialokasikan dan direncanakan secara tidak terkoordinasi,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyatakan hal tersebut bahkan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu banyak K/L meminta anggaran untuk menghasilkan barang yang nantinya akan diserahkan kepada masyarakat atau Pemda.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan ketika permintaan telah disetujui dan diberikan lalu direalisasikan untuk menghasilkan barang atau infrastruktur di suatu daerah banyak pemda yang menolak.
Ia menuturkan pemda tidak mau menerima karena barang atau infrastruktur itu merupakan program pemerintah pusat sehingga mereka beranggapan tidak memiliki kewajiban untuk memelihara.
“Jadi ini sering muncul kementerian membangun suatu infrastruktur saat sudah jadi mau diserahkan kepada pemda ternyata pemda bilang tidak butuh infrastruktur itu. Itu kan program pusat,” katanya.
Sri Mulyani melanjutkan, pemda juga tidak menerima karena barang atau infrastruktur tersebut bukan yang diminta oleh mereka sejak awal.
“Pemda tidak mau menerima karena merasa bahwa ‘saya kalau menerima barang ini berarti saya harus memelihara dan ini adalah bukan barang yang saya minta dari awalnya’,” katanya.
Tak hanya itu, Sri Mulyani menyatakan BPK turut menemukan permasalahan lain terkait belanja-belanja kepada masyarakat dan pemda yang tidak sesuai karena tidak adanya sinkronisasi antara pusat dan daerah.
“Belanja-belanja kepada masyarakat dan pemda yang ternyata tidak sesuai entah apakah dalam hal ini tidak terlalu sinkron dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemda,” katanya.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menegaskan perlu adanya reformasi sistem penganggaran agar mampu memperjelas hubungan antara program, kegiatan, output, dan outcome.
Ia menyatakan reformasi sistem penganggaran untuk belanja modal akan dilakukan secara multiyears karena penanganan COVID-19 membutuhkan banyak biaya.
“Kita minta untuk diserap menjadi multiyears agar proyek seperti jalan, irigasi, dan jaringan tidak mangkrak jadi yang tadinya bisa selesai 10 bulan atau 12 bulan sekarang kita minta distreach menjadi 18 atau 24 bulan,” jelasnya.
Baca juga: Menkeu revisi asumsi makro RAPBN 2021
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Pasar keuangan domestik masih tertekan
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020