Menurut Country Head of Ericsson Indonesia, Jerry Soper, pandemi COVID-19 mengubah kehidupan sehari-hari yang menyadarkan bahwa konektivitas sangat penting saat ini.
"Kami melihat dampak COVID-19 bagi seluruh negara di dunia, dan seluruh operator di dunia bekerja keras untuk memastikan jaringan dapat berjalan baik," ujar Jerry Soper, dalam pertemuan virtual, Selasa.
"Perpindahan tempat kerja atau proses belajar ke rumah telah menunjukkan pertumbuhan data trafik dari bisnis ke perumahan bergeser dengan cepat. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya konektivitas," dia menambahkan.
Dalam laporan "Ericsson Mobility Report," Ericsson juga memperkirakan 5G dapat mencakup 21 persen pelanggan seluler pada 2025.
"Keberhasilan 5G tidak hanya diukur dari jumlah pelanggan yang tinggi, karena dampak dari teknologi ini pada akhirnya juga dinilai dari manfaatnya bagi masyarakat dan pelaku usaha," kata Jerry.
Menurut Jerry, 5G, platform yang dibuat untuk inovasi karena teknologi ini, akan merumuskan ulang cara orang berinteraksi, cara masyarakat melakukan kegiatan sehari-hari, serta cara bisnis bekerja.
Sementara pertumbuhan jumlah pelanggan 5G di beberapa negara melambat akibat pandemi, Ericsson melihat pertumbuhan jumlah pelanggan 5G di beberapa negara lain justru terus meningkat.
Hal ini mendorong Ericsson meningkatkan perkiraan pertumbuhan jumlah pelanggan 5G secara global hingga akhir 2020.
Potensi Bisnis 5G
Dengan adanya pandemi COVID-19 saat ini, Ericsson melihat pentingnya digitalisasi dalam hal bisnis. Sebab, konektivitas memungkinkan perusahaan terus terlibat dengan pelanggan serta melakukan transaksi bisnis secara online.
Selain itu, kombinasi 5G dan digitalisasi juga menciptakan peluang baru bagi penyedia layanan untuk memperluas bisnis mereka di luar konektivitas ke berbagai sektor, mulai dari perawatan kesehatan, otomotif hingga manufaktur.
"Jaringan 5G menawarkan kecepatan lebih tinggi, latensi sangat rendah, dan jangkauan luas tanpa batas, yang memungkinkan pengguna memiliki pengalaman cepat dan mulus, yang belum pernah mereka miliki sebelumnya," ujar Ericsson Chief Technology Officer for Asia-Pacific, Magnus Ewerbring.
Pada tahap awal implementasi 5G, cara operator untuk mengatasi pertumbuhan data traffic yang sangat besar adalah dengan meningkatkan kapasitas jaringan, kecepatan, dan kualitas di wilayah metropolitan dengan peningkatan broadband seluler.
Seiring berjalannya waktu, menurut Magnus, inovasi 5G untuk bisnis yang baru dan menarik akan hadir bersama dengan penggunaan IoT yang akan semakin membuka peluang bagi operator.
"Kami pun percaya bahwa keamanan 5G akan memberikan kepercayaan yang memungkinkan sistem 5G dapat memenuhi kebutuhan sebagian besar use case," ujar Magnus.
Ericsson memperkirakan nilai pendapatan tambahan dari layanan digitalisasi yang menggunakan teknologi 5G untuk penyedia layanan mencapai 41 miliar dolar AS pada 2030.
Saat ini, Ericsson memiliki lebih dari 93 perjanjian atau kontrak 5G komersial dengan penyedia layanan komunikasi berbeda, 40 di antaranya merupakan jaringan yang sudah menyediakan 5G secara langsung.
Baca juga: Telkomsel perluas layanan VoLTE untuk persiapan implementasi 5G
Baca juga: Dikaitkan COVID-19, 5G diklaim tak bermasalah bila digunakan terukur
Baca juga: Kominfo: TV analog ambil banyak frekuensi untuk spektrum 5G
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020