"Saya kira perlu ada perluasan bansos, bukan hanya ke kelompok miskin tapi juga lower middle income (kelompok berpendapatan menengah ke bawah). Kalau mereka tidak ada uang, tidak ada demand (permintaan)," kata Chatib dalam webinar bertajuk "Kondisi Ekonomi Masa Covid-19 dan Respons Kebijakan: Opini Publik Nasional", Kamis.
Chatib menuturkan tidak adanya permintaan akan membuat hilangnya daya beli. Hal itulah yang kini terjadi di China, di mana kegiatan produksi sudah berjalan normal tapi tidak ada yang membeli barang karena kebijakan lockdown selama tiga bulan lalu yang membuat masyarakat tidak punya pendapatan.
Baca juga: Indef nilai kondisi ekonomi nasional lebih baik dibanding negara lain
Mantan Menteri Keuangan itu memprediksi masalah yang lebih nyata baru akan dirasakan pada kuartal pertama 2021 mendatang setelah restrukturisasi kredit UMKM selesai diberikan.
Saat itu, pelaku UMKM tidak bisa lagi memperpanjang restrukturisasi kreditnya. Namun, kala itu terjadi, ia mempertanyakan apakah bisa bisnis tetap berjalan dengan baik setelah bantuan selesai diberikan.
"Dalam kondisi ini, sekarang tidak bisa dukungan perbaikan ekonomi diharapkan dari penurunan bunga. Kenapa? Karena di perbankan, permintaan kreditnya drop (anjlok). Untuk apa kredit jika tidak bisa produksi karena tidak ada permintaan," katanya.
Baca juga: Bappenas: Daya beli masyarakat hilang Rp362 triliun akibat COVID-19
Maka, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menyarankan hal pertama yang harus dilakukan adalah menggenjot permintaan. Adanya permintaan juga dinilai akan dapat mendorong laju dunia usaha.
"Nah permintaan itu tidak bisa dilakukan dengan kebijakan moneter, tapi harus melalui fiskal. Apa yang bisa dilakukan? Memberikan bantuan tunai langsung? Tapi itu hanya untuk kelompok miskin. Padahal yang diminta tinggal di rumah bukan hanya yang miskin. Makanya perlu ada perluasan bansos," pungkasnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020