Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diskriminatif dalam menegakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dengan adanya tempat hiburan malam atau nongkrong yang buka.pelonggaran PSBB, tetap harus berorientasi pada 'horizontal scaning' karena akar persoalannya adalah menekan penyebaran virus
Berdasarkan ketentuan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tempat hiburan malam dan sejenisnya hanya bisa beroperasi saat PSBB Transisi memasuki fase dua atau tiga dengan catatan kasus COVID-19 tidak naik signifikan.
"Kasus COVID-19 di Jakarta Pusat ini jadi tertinggi, bahkan tertinggi di Indonesia. Salah satunya karena banyaknya relaksasi bagi tempat hiburan malam dan tempat-tempat kongkow itu. Ini juga menjadi trigger penularan COVID-19 itu, termasuk tempat hiburan di wilayah lain seperti di Jakarta Selatan, itu banyak," ujar Trubus saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, pelonggaran PSBB, tetap harus berorientasi pada horizontal scaning karena akar persoalannya adalah menekan penyebaran virus. Untuk itu, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, termasuk Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus turut membantu memutus penyebaran virus.
"Ini kan perlakuan diskriminatif, masyarakat bawah harus taat protokol kesehatan tapi kelas menengah dibiarkan berkerumun di klub malam. Itu dikhawatirkan ada invisible hand yang membackup itu, orang-orang punya kekuatan membackup mereka sehingga tempat hiburan malam tetap beroperasi sehingga karyawan dan pengunjung jadi korban," katanya.
Baca juga: DPRD DKI minta Pemprov tindak tegas industri hiburan langgar PSBB
Dilarangnya tempat hiburan malam termasuk bar untuk beroperasi, diungkapkan sebelumnya oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia, yang menyebutkan bahwa bar tidak boleh buka meski merupakan fasilitas dari restoran demi menghindari kerumunan.
"Kan ada restoran yang memiliki fasilitas bar itu gak apa-apa buka (restorannya) dengan protokol kesehatan. Barnya ditutup, minuman kerasnya selama ada izinnya boleh, tapi gak boleh tuh nongkrong di bar, terus display minuman gak boleh, jadi kayak restoran Jepang kan seperti itu," kata Cucu pada wartawan pada Selasa (23/6) lalu.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, masih terdapat tempat makan dengan diiringi musik dansa yang beroperasi pada masa PSBB transisi tahap pertama di kawasan Gunawarman, Jakarta Selatan.
Baca juga: Warga Jakarta Pusat diimbau tak takut tes COVID-19
Memang sebelumnya ada kabar sejumlah tempat hiburan dan tempat makan dengan live music di beberapa lokasi telah beroperasi normal dengan dalih izin restoran meski belum masuk fase ke-2. Bahkan, protokol kesehatan pun nampak diabaikan oleh para pengunjung.
Dari penelusuran pada Rabu (24/6) malam, di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, salah satu tempat mulai beroperasi tanggal 8 Juni 2020 dengan menyediakan tempat cuci tangan (wastafel) di depan gedung berlantai dua itu, pemeriksaan suhu dengan thermo gun sebelum masuk ke ruangan utama di lantai dua, hingga pemberian "hand sanitizer" oleh petugas.
Baca juga: Pasien sembuh COVID-19 di DKI Jakarta bertambah 94 orang
Namun ketika ditelusuri lebih jauh ke dalam ruangan, terjadi pelanggaran protokol kesehatan dengan sedikit yang menggunakan masker hingga physical distancing dari para pengunjung, padahal suasana berada di tengah pandemi COVID-19.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020