• Beranda
  • Berita
  • Pemerintah diminta optimalkan perlindungan transaksi uang elektronik

Pemerintah diminta optimalkan perlindungan transaksi uang elektronik

26 Juni 2020 06:12 WIB
Pemerintah diminta optimalkan perlindungan transaksi uang elektronik
Warga menunjukkan Kartu Keluarga Sejahtera saat pembagian Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Sadakeling, Bandung, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.

Pemerintah bersama LPS segera mempertimbangkan perluasan cakupan penjaminan dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk uang elektronik

Pemerintah diminta lebih mengoptimalkan infrastruktur perlindungan dalam aktivitas transaksi daring mengingat semakin meningkatnya penggunaan uang elektronik selama masa pandemi.

"Pandemi telah mendorong masyarakat untuk lebih sering melakukan transaksi keuangan secara digital. Namun sayangnya, infrastruktur perlindungan atas transaksi keuangan elektronik belum maksimal," kata Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Baca juga: BI: Transaksi ATM turun, namun transaksi digital melonjak selama PSBB

Untuk itu, Puteri mendorong pemerintah bersama Lembaga Penjamin Simpanan segera mempertimbangkan perluasan cakupan penjaminan dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk uang elektronik.

Politisi Partai Golkar itu mencontohkan bahwa saat ini simpanan dana masyarakat pada penerbit uang digital, baik perbankan maupun nonperbankan, masih belum terlindungi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Dengan mendorong hal tersebut, lanjutnya, maka akan memberikan perlindungan dan keamanan bertransaksi bagi masyarakat.

Sebagai informasi, penyelenggaraan uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.

Peraturan tersebut mewajibkan 30 persen dana yang mengendap pada dompet digital atau dana float ditempatkan pada Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV, dan 70 persen dari dana float ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah atau pada rekening di BI.

LPS pun menyampaikan bahwa penjaminan atas simpanan uang elektronik masih dalam tahap kajian terutama terkait dengan keamanan transaksi dan dampak sosial yang ditimbulkan. LPS juga menyebutkan bahwa akan berkolaborasi dengan pemerintah serta regulator terkait seperti BI dan OJK.

Puteri mengingatkan bahwa penjaminan uang elektronik tengah menjadi perhatian global, antara lain karena hampir seperlima dari lembaga penjamin simpanan di dunia telah mengadopsi skema penjaminan.

Untuk itu, ujar dia, LPS juga perlu segera merampungkan kajiannya dan menciptakan skema penjaminan yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Apalagi, ia berpendapat bahwa peningkatan transaksi uang elektronik berarti juga mendorong tingkat inklusi keuangan nasional.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat volume transaksi digital perbankan pada April 2020 tumbuh mencapai 37,35 persen karena saat itu mulai berlaku pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran COVID-19.

"Ke depan, BI terus meningkatkan efektivitas sistem pembayaran di era normal baru," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Sementara itu jumlah uang kartal yang diedarkan pada Mei 2020 mencapai Rp798,6 triliun atau menurun 6,06 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Transaksi nontunai menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM), kartu kredit, dan uang elektronik tercatat menurun dari minus 4,72 persen pada Maret 2020 menjadi minus 18,96 persen pada April 2020.

Baca juga: Transaksi gunakan "QR Code" dinilai sangat diperlukan saat ini
Baca juga: DIY dorong destinasi wisata terapkan transaksi nontunai cegah COVID-19

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020