ICIS: Waspadai kelas-kelas online radikalisme

27 Juni 2020 04:05 WIB
ICIS: Waspadai kelas-kelas online radikalisme
Dokumentasi - Kelompok mahasiswa berunjuk rasa menolak radikalisme di Pekanbaru, Raiu. ANTARA/Rony Muharrman/am.
Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmun Lc, MA mengatakan untuk mewaspadai adanya kelas-kelas online radikalisme yang tumbuh di masa teknologi informasi dan komunikasi kini.

“Untuk mencegah penyebaran paham radikal terorisme, saya kira Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu untuk mengawasi pergerakan kelompok radikal di media online. Karena sekarang dengan adanya aplikasi seperti zoom, mereka bisa saja membuat kelas-kelas online untuk menyebarkan pemahaman mereka dan saya kira itu perlu diwaspadai juga oleh BNPT,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat malam.

Hal ini mengingat pesatnya perkembangan teknologi yang semakin memudahkan dalam melakukan komunikasi dan penyebaran informasi.

Baca juga: ICIS: Pancasila selaras dengan Islam

Menurut Alumni Universitas Al-Azhar Kairo itu bahwa dulu mereka atau kelompok-kelompok radikal belajar lewat internet masih sendiri melalui google maka kini sudah dapat menggunakan guru melalui kelas online.

“Kalau pertama kan mereka masih baca sendiri, di doktrin melalui tulisan, nah kalau sekarang didoktrin melalui pengajaran dan itu jarak jauh, itu tentunya selangkah lebih maju. Jadi perlu kita waspadai munculnya generasi kelompok radikal yang hasil dari didikan doktrinasi jarak jauh melalui kelas online itu,” ujarnya.

Sementara itu, pria yang meraih gelar Master dari Universitas Ulum Islamiyah Wal Arabiyah Damaskus, Syria, ini pun menyampaikan bahwa perlunya moderasi beragama untuk memberi ruang kepada orang lain yang berbeda agama atau berbeda paham dengan kita.

“Dengan berpikir moderat, kita akan memberi ruang kepada orang lain untuk berbeda dengan kita. Kalau mereka yang radikal itu dia tidak memberi ruang bagi orang lain untuk berbeda dengan dia. Sehingga siapapun yang berbeda dengan dia dianggap sesat,” ujarnya

Oleh karena itu pria yang juga menjadi Direktur Rahmi (Rahmatan Lil Alamin) Center tersebut mendorong kepada pemerintah untuk terus mengerahkan upaya lebih dalam mencegah penyebaran paham radikal terorisme di tengah kemajuan teknologi.

Baca juga: Kepala BNPT: Ulama berperan penting persatukan bangsa lewat dakwah

Selain itu, Menurut pria yang pernah menjadi Rais Syuriah NU di Jepang pada tahun 2004-2006 ini bahwa ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar. Hal ini mengingat nilai-nilai Pancasila selaras dengan ajaran Islam.

“Yang terjadi sekarang kan dalam memahami ajaran agama saja mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme seperti yang terjadi sekarang ini,” katanya menjelaskan.

Itulah kenapa menurut Khariri, agama dan Pancasila ini selalu dibenturkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman keagamaan. Untuk itu perlu bagi para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar.

Baca juga: Pancasila adalah vaksin terbaik tingkatkan kekebalan dari radikalisme
Baca juga: Ketua MUI: radikalisme menyimpang dari Islam
Baca juga: Kowani: Perempuan yang mudah percaya hoaks rentan terjerat terorisme

 

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020