• Beranda
  • Berita
  • Suka duka mengikuti perkuliahan daring di tengah pandemi

Suka duka mengikuti perkuliahan daring di tengah pandemi

28 Juni 2020 16:26 WIB
Suka duka mengikuti perkuliahan daring di tengah pandemi
Ilustrasi - Dosen menyampaikan materi Tata Hidang kepada mahasiswa saat perkuliahan secara daring di Jaya Wisata International Hotel School, Denpasar, Bali, Kamis (16/4/2020). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww/am.
Menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memiliki banyak suka dan duka.

Salah satu hal yang menyenangkan adalah karena perkuliahan tatap muka ditiadakan membuat mereka dapat pulang kampung berkumpul bersama keluarga tercinta dalam waktu lama.

Rino salah seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Padang, sejak April 2020 sudah berada di kampungnya di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

Mahasiswa Semester IV itu senang bisa berkumpul bersama keluarga dalam waktu lama, meskipun akhirnya sesekali muncul kerinduan untuk bisa ke kampus, mengikuti kuliah tatap muka, bertemu rekan dan dosen.

Sejak tiga bulan lalu perkuliahan dilaksanakan secara daring dan ia termasuk yang beruntung karena fasilitas penunjang untuk mengikuti perkuliahan daring cukup memadai.

Akses internet yang cukup baik da laptop dengan spesifikasi mumpuni membuat Rino lancar saja mengikuti perkuliahan tanpa kendala.

Secara umum layanan internet disediakan oleh dua jenis provider, yaitu perusahaan yang memang fokus menyediakan layanan internet dan yang kedua perusahaan penyedia jaringan seluler.

Biasanya berlangganan internet dari provider yang memang fokus menyediakan internet akses lebih cepat dan stabil. Berbeda dengan provider seluler yang amat bergantung pada keberadaan sinyal.

Rino menceritakan beberapa temannya terkendala mengikuti perkuliahan daring karena kampungnya berada di daerah yang akses sinyal telepon seluler masih sulit.

Akibatnya, temannya harus menempuh perjalanan sekitar lima kilometer menuju ke ibu kota kabupaten untuk bisa mendapatkan sinyal yang baik dan bisa mengikuti perkuliahan daring.

Meskipun demikian, upaya itu tetap tidak bisa optimal karena berada di tempat umum menjadi bising sehingga kurang kondusif.

Pada sisi lain perkuliahan secara daring membuat pengeluaran untuk membeli paket data meningkat.

Untuk membeli paket internet dengan kapasitas 30 GB yang berlaku 30 hari dibanderol mulai dari Rp150 ribu.

Biasanya sekali perkuliahan daring dengan durasi 1,5 jam dapat menghabiskan paket data hingga dua GB.

Belum lagi bagi mahasiswa yang pulang kampung uang kos tetap harus dibayar kendati sudah tiga bulan tak menetap.

Tidak hanya mengikuti perkuliahan daring, bimbingan skripsi, tesis, seminar proposal hingga ujian komprehensif pun dilaksanakan secara daring.

Toni, salah seorang mahasiswa pascasarjana di perguruan tinggi negeri di Padang, mengikuti seminar proposal tesis secara daring.

Usai pelaksanaan seminar ia terkendala turun ke lapangan melakukan penelitian karena adanya pembatasan sosial berskala besar dan pembatasan fisik sehingga sulit melakukan wawancara.

Salah seorang dosen Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas Padang Donny Eros menyampaikan dalam proses perkuliahan pihaknya memilih mempermudah mahasiswa karena kebanyakan sedang berada di kampung halaman.

"Kalau kuliah pakai zoom biasanya merepotkan mahasiswa, saya memilih memberikan tugas kemudian untuk umpan balik dievaluasi melalui whatsap grup atau google clas room," ujarnya.

Bahkan, menurutnya, untuk ujian skripsi tidak 100 persen menggunakan sistem daring. Pihaknya menggunakankana cara mahasiswa mengunggah video presentasi dan dikirimkan kepada penguji untuk kemudian diberikan umpan balik dan penilaian.

Ia mengatakan ujian daring terkadang tidak hanya menyulitkan mahasiswa, namun juga dosen karena belum tentu situasinya kondusif di rumah.

Hal demikian juga dialami untuk bimbingan skripsi yang dilaksanakan lewat email, whatsap grup dan sifatnya fleksibel.

Donny menilai kendala yang dihadapi mahasiswa adalah kesulitan jaringan bagi yang kampungnya belum ada akses sinyal sehingga untuk memudahkan cukup mencari sinyal saat hendak mengunggah tugas .

Lain lagi di Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas menjelang pelaksanaan ujian semester pada awal Juni 2020. Para dosen menyemangati mahasiswa dengan menggarap video kolaborasi lagu bertajuk Semua kan Berlalu.

"Ini merupakan bentuk dukungan sosial dari kami para dosen kepada mahasiswa di tengah pandemi COVID-19," kata Ketua Jurusan Teknik Sipil Unand Taufika Ophiyandri, PhD.

Video kolaborasi yang melibatkan 24 orang dari 43 dosen Jurusan Teknik Sipil tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu pembacaan puisi, menyanyikan lagu serta pemberian narasi semangat dan dukungan untuk mahasiswa ditayangkan di akun youtube dan media sosial instagram.

Taufika mengakui sebagai institusi yang menyelenggarakan pendidikan keteknikan, perkuliahan daring sedikit menyulitkan, mulai dari pemilihan media atau platform perkuliahan hingga penyusunan bahan ajar dari dosen kepada mahasiswa.

Bahan ajar yang semula disusun untuk penyampaian langsung, dalam waktu relatif singkat harus diubah untuk disampaikan secara daring. Belum lagi kendala kekuatan dan stabilitas jaringan internet yang tidak sama pada daerah tempat tinggal mahasiswa, ujarnya.

Padahal, menurutnya, keilmuan teknis tidak bisa hanya didapatkan dari perkuliahan daring, namun juga melalui serangkaian praktikum, kerja praktik yang untuk sementara ditunda pelaksanaannya selama pandemi.


Efektivitas

Pada satu sisi perkuliahan daring dinilai efektif karena tetap bisa melakukan tatap muka tanpa harus bertemu langsung sehingga bisa mencegah penularan COVID-19.

Kemajuan teknologi telah membuat orang bisa melakukan interaksi dan komunikasi tanpa harus bertemu langsung.

Hanya saja, Wakil Rektor I Universitas Andalas (Unand) Prof Mansyurdin mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi, mulai dari keterbatasan bahan ajar dengan format daring, sinyal hingga transfer pengetahuan yang kurang maksimal.

"COVID-19 ini kan mendadak, jadi semua materi pembelajaran harus dibuat dengan format daring, Unand memang sudah memiliki e-learning, namun belum mampu mengakomodasi kebutuhan semua mahasiswa karena kapasitas masih terbatas," kata dia.

Selain itu ia melihat transfer pengetahuan juga kurang maksimal dibandingkan bertemu langsung, termasuk pada perkuliahan yang harus ada pratikum.

Kemudian untuk bimbingan tugas akhir juga lebih optimal saat bertemu langsung antara mahasiswa dengan dosen.

Ia melihat COVID merupakan salah satu ujian untuk menguji sejauh mana ketangguhan sistem IT perguruan tinggi.

"Bagi perguruan tinggi yang sudah bagus dan mapan sistem IT-nya tidak akan ada kendala pandemi ini karena infrastruktur penunjang sudah lengkap," ujarnya.


Kampus Nagari

Menyikapi kesulitan akses internet bagi mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan daring, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Unand Padang Dr Feri Arlius mengajak pemerintahan daerah dan pimpinan perguruan tinggi se-Sumbar menggagas pendirian kampus nagari.

"Kampus nagari itu nantinya disediakan fasilitas internet gratis. Lokasinya, di aula atau ruang rapat yang ada di 928 kantor wali nagari dan 230 kelurahan yang tersebar di 179 kecamatan pada 12 kabupaten dan 7 kota yang ada di Sumbar," kata dia.

Menurut dia, kampus nagari ini merupakan salah satu solusi dalam meringankan biaya yang dikeluarkan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran secara daring yang dikenal dengan istilah online learning, mobile learning, web-based learning atau e-learning.

Sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia pada Maret 2020 kampus di Sumbar telah menerapkan berbagai konsep stimulan demi meringankan beban mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran daring.

Meskipun demikian, bantuan untuk mahasiswa ternyata masih belum terintegrasi satu sama lain. Padahal, jika dikolaborasikan akan mampu menyelesaikan kendala mahasiswa yang tengah berada di kampung mengikuti perkuliahan daring.

Feri memberi ilustrasi program kampus nagari ini digagas pada 1.000 nagari di Sumbar dengan perkiraan jumlah mahasiswa mencapai 160 ribu orang.

"Jika masing-masing nagari itu dibantu paket internet senilai Rp250.000 per bulan, maka diperlukan dana sebesar Rp250 juta. Artinya, dalam satu semester (enam bulan), dibutuhkan biaya Rp1,5 miliar," kata dia.

Ia menilai jika biaya sebesar itu dikompromikan oleh 10 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa terbanyak saja, maka biaya paket internet akan jauh lebih murah. Jadi Rp150 juta saja dalam satu semester atau setara Rp25 juta per bulan.

Jika unit biaya dihitung per mahasiswa, angka yang muncul juga jadi sangat kecil, sekitar Rp10 ribu saja per orang, lanjutnya

Selain murah, mahasiswa juga mendapatkan koneksi internet secara gratis di seluruh kantor wali nagari di Sumbar.

“Jika nagari tersebut berada pada area tanpa sinyal, penyelesaian masalahnya jadi lebih fokus dan mudah. Jika nagari sudah punya akses wifi, tentu bisa digunakan untuk meningkatkan kuota, sehingga akses internet jadi lebih cepat,” katanya.

Selain itu, dengan berkumpulnya mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pada satu titik dalam satu kesempatan, tentunya akan tercipta kelompok belajar yang akan saling membantu memecahkan persoalan dalam mata kuliah yang dihadapi.

Pandemi COVID-19 telah memaksa hampir seluruh perguruan tinggi di dunia mengubah proses belajar mengajar ke sistem e-learning yang membuat kampus dan mahasiswa harus lebih adaptif dalam menggunakan teknologi informasi.

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020