Antara melakukan wawancara khusus dengan Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Berikut petikan wawancara dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko:
Mengapa Presiden Jokowi menyampaikan arahan yang begitu keras dalam sidang kabinet. Apa yang sebenarnya terjadi?
Presiden memberikan gambaran dan mengajak semua pembantu Presiden, menteri dan kepala lembaga untuk memahami sungguh-sungguh karena kita sedang mengalami situasi krisis, situasi extraordinary (luar biasa) yang harus dipahami secara extraordinary, kita tidak bisa melakukan dengan cara linier, untuk itu Presiden menekankan bagaimana menangani situasi kritis itu juga harus secara extraordinary.
Bagaimana strategi untuk menangani krisis yang diharapkan Presiden?
Strategi untuk menangani krisis itu adalah kehadiran panglima atau komandan. Pak Jokowi hadir secara fisik, beliau begitu melihat Jatim merah langsung datang, itu kehadiran panglima. Kedua memberikan bantuan, memberikan dukungan secara bantuan. Presiden telah memberikan bansos secara masif jumlahnya, macamnya cukup masif. Ketiga pengerahan kekuatan cadangan, biasanya panglima semaksimal mungkin jangan sampai mengerahkan pasukan cadangan, kalau dikerahkan berarti situasi berantai dan darurat.
Itu tiga hal yang diambil oleh seorang pemimpin, komandan lapangan dalam menghadapi situasi krisis. Untuk itu Presiden menekankan untuk menghadapi situasi krisis seperti ini, maka kehadiran pimpinan lembaga wajib dan mutlak hukumnya agar bisa mengeksekusi kebijakan dengan cepat, tepat dan akuntabel. Tapi kalau pimpinan tidak seperti itu ada kecenderungan lambat, aturan tidak membenahi, sehingga Presiden menekankan jangan kita bekerja hanya terhambat oleh sebuah aturan, akhirnya terbelenggu, ini tidak boleh, cari solusinya untuk rakyat banyak.
Apa saja yang ditekankan Presiden kepada jajarannya?
Dalam penekanannya beliau mengatakan bahwa pemerintah menangani dan bertanggung jawab terhadap 267 juta jiwa, dengan segala cara dan upaya pemerintah akan menjalankan apapun.
Masyarakat harus bisa hidup dengan layak. Jaring pengamanan sosial diberikan agar masyarakat Indonesia khususnya UMKM bisa menjalankan hidupnya dengan baik. Sehingga tiga hal ini bisa jadi simultan dengan memprioritaskan COVID-19 untuk diselesaikan. Itu kira-kira backgroundnya (latar belakangnya) sehingga memberikan penekanan kepada menteri dan pimpinan lembaga, beliau menyampaikan di rapat terbatas, penekanan begitu tajam sehingga menjadi atensi bersama.
Apa yang dikhawatirkan Presiden sebenarnya?
Presiden khawatir bahwa nanti ada yang berpikir kita tidak sedang memasuki situasi yang krisis, untuk itu diingatkan sekali lagi bahwa kita harus membangun rasa yang sama, bahwa sedang berada di situasi krisis, semua akan mencari metode, cara solusi yang paling efektif dan krusial, kalau tidak merasa situasi krisis, bisa-bisa semuanya menjadi terlambat, tidak cepat.
Presiden sempat menyinggung terkait serapan anggaran yang rendah di beberapa kementerian salah satunya Kemenkes. Bagaimana yang sebenarnya yang dilaporkan ke Presiden?
Ada beberapa kementerian yang disinggung, pertama Kemenkes dengan anggaran cukup besar tapi serapan anggaran 1,53 persen. Ini tentu setelah kita dalami ada beberapa persoalan, persoalan-persoalan tersebut adalah satu masalah koordinasi antara Pemda, BPJS, dan Kemenkes. Itu juga sedang dibenahi, ini masalah koordinasi sering mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan tapi ada langkah-langkah yang sudah dilakukan Kemenkes untuk mensinergikan kekuatan ini, untuk mencari solusi bersama.
Berikutnya ada proses verifikasi atas data seperti tenaga kesehatan perlu ada koordinasi, jangan sampai ada salah sasaran dan ketiga ada regulasi Kemenkes yang lama menghadapi situasi seperti ini tidak cocok lagi, jadi ada perbaikan, intinya dalam situasi seperti ini harus ada langkah-langkah baru, upaya, metode baru agar semua persoalan bisa diselesaikan dengan cepat dan tepat, ini yang terjadi di Kemenkes sehingga hal-hal ini perlu segera ditindaklanjuti agar semua berjalan dengan baik.
Apakah sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020 dilakukan secara mendadak?
Tidak juga ini jadwal seperti biasa yang sudah ada, menjadi istimewa karena Presiden memberikan pernyataan lebih keras, ini cara-cara Pak Jokowi untuk menchallenge (memberikan tantangan) menteri dan kepala lembaga untuk membangun “sense” (kepekaan) setelah itu harus cari cara-cara baru. Pertanyaannya apakah ada yang masih merasa belum situasi krisis, pasti Presiden punya evaluasi tersendiri, intinya perlu membangun rasa itu, saya pikir imbauan ini bukan hanya dalam rapat ini, kepala lembaga tapi juga kepala daerah harus memenuhi situasi ini karena kita pelayanan masyarakat yang menghadapi situasi ini perlu cepat dan tepat .
Ketika Presiden saat ini dalam tahap merasa gemas, berapa skornya dari 1-5 dalam menilai kinerja menteri?
Gemasnya Presiden sudah mendekati angka 5, kenapa ini harus dilakukan Presiden, karena Presiden ingin skema bantuan tadi, bansos, bantuan ekonomi dan keuangan itu tidak telat. Kalau terlambat Presiden mengatakan dunia usaha kelepek-kelepek mati, UMKM sudah, ya sudah, ini peringatan kesekian kalinya cepat-cepat, bukan baru kali ini, kalau ini terlambat, sudah bahaya karena hampir sebagian besar, lambat, macet lambat turunnya dan keburu korporasi dan UMKM akan menghadapi krisis.
Benarkah ada sinyalemen Presiden akan melakukan reshuffle dalam waktu dekat?
Sempat diucapkan Presiden, tapi Presiden mengevaluasi (jajarannya) dari waktu ke waktu dan hak prerogatif di Presiden dan sekali lagi evaluasi pasti dilakukan Presiden, saat pelantikan juga sudah disampaikan bahwa reshuflle bukan sesuatu yang, ini sesuatu yang biasa terjadi.
Dalam pidatonya Presiden menyatakan siap mempertaruhkan reputasi politiknya, apa sebenarnya yang menjadi latar belakang ini?
Bagian tanggung jawab Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan untuk mengurus 267 juta jiwa, beliau akan mempertaruhkan reputasi politik, kalau seorang pemimpin, panglima, Presiden mengatakan itu, maka pembantunya harus 2 kali lipat, maka kita di bawah ini harusnya dua kali lipat dari yang dilakukan Presiden, bukan hanya kegemasan, marah tapi bentuk tanggung jawab Presiden membawa 267 juta rakyat dan juga ada setrum kepada para menteri dalam melaksanakan tugas.
Kenapa setelah 10 hari baru dipublikasikan pidato Presiden dalam sidang kabinet paripurna tersebut?
Itu persoalan teknis, saya pikir tidak terlalu penting hanya teknis, dan kalkulasi mungkin tidak begitu substantif, tapi lebih substantif bagaimana Presiden memberikan “encouragement” (dorongan) kepada para menteri.
Mengapa Presiden baru menegur keras menterinya setelah empat bulan ini? Apakah ini tidak terlalu terlambat?
Sering, Presiden menegur bekerja tidak linier bekerja harus cepat, tepat sasaran sudah berapa kali.
Berapa kali Presiden geram selama 6 bulan terakhir?
Setidaknya dengan segala intonasi dan persentase, ini yang ketiga Presiden memberikan kata-kata yang lebih keras, lebih kuat, ini lebih keras lagi sekarang. Dan sebelumnya lebih kuat menekankan lebih sigap menghadapi situasi walau situasi ini juga tidak mudah, karena hampir semua negara menghadapi situasi yang sama, persoalan data juga kita menghadapi data-data baru yang relatif ada masyarakat miskin baru, tapi sekali lagi jangan menjadi alasan bagi kita pembantu Presiden untuk lambat.
Apakah benar ada sinyalemen bahwa Presiden akan mereshuffle menteri-menteri yang penyerapan anggaran rendah, pejabat terkait penanganan COVID-19, hingga fokusnya pada menteri di bidang ekonomi?
Kalau penilaian publik sah-sah saja tapi Presiden punya kriteria tersendiri, jangankan reshfulle kalau perlu, Presiden buat Perppu. Maknanya ini calling (panggilan) yang sangat signifikan bagi siapapun.
Sebenarnya apa yang diinginkan Presiden saat ini?
Pembantu Presiden yang memahami dengan cepat, kedua setelah memahami dengan cepat mencari cara-cara yang baru yang bisa memotong agar sesuatu bisa dijalankan dengan cepat dan tepat, berikutnya tidak pernah menyerah kalau perlu bekerja 24 jam karena situasi extraordinary itu gambaran-gambaran yang tersirat dari apa yang diinginkan Presiden.
Seperti apa jalannya sidang setelah pidato Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020, apa saja yang dibahas?
Yang dibahas tentang sidang paripurna untuk anggaran 2020-2021, gambaran situasi perkembangan dunia sekarang ini, pertumbuhan ekonomi seperti ini, lembaga-lembaga keuangan dunia memberikan gambaran, perkembangan dunia secara umum dan ini bukan sesuatu yang dipahami, setelah COVID-19 memberikan dampak yang sedemikian rupa dan risikonya sudah diketahui oleh Presiden. Dan risiko-risiko inilah yang harus dipahami menteri dan pembantu presiden ini, ini mari kita bangun bersama, mari kita punya “sense of crisis” (kepekaan terhadap krisis).
Apakah Presiden melihat kondisi saat ini sudah gawat sekali?
Bukan masalah gawat tapi tidak ingin berkelanjutan jadi jelek, kita siapkan bagaimana, kita sudah paham pertumbuhan ekonomi menurun kuartal I 2020, sekarang hanya 2,97 persen kita proyeksi triwulan kedua turun, kalau triwulan ketiga tidak segera recovery (membaik) ini bahaya, sudah jauh hari diingatkan agar kita ambil langkah-langkah jangan sampai situasinya ini semakin jelek, keprucut.
Baca juga: Presiden Jokowi peringatkan para menteri masih kerja biasa-biasa
Baca juga: Presiden Jokowi minta belanja kementerian dipercepat
Baca juga: Teguran keras Presiden diputuskan untuk dirilis agar diketahui publik
Baca juga: Moeldoko ungkap Presiden sudah beberapa kali peringatkan menteri
Baca juga: Moeldoko akui sejumlah masalah dalam distribusi anggaran Kemenkes
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020