Kastorius Sinaga di Jakarta, Selasa, mengatakan dua negara tersebut memang menjadi contoh sukses pemilu di tengah masa pandemik COVID-19, dan hal itu mesti menjadi inspirasi serta semangat bagi Indonesia.
"Pengalaman Korea Selatan dan Polandia menjadi inspirasi bagi kita, kita bisa melaksanakan pilkada di Desember 2020, kalau menurut kalender politik dunia mungkin kita paling terakhir menyelenggarakan pemilu di tengah COVID-19 di 2020. Berita Polandia kemarin menggembirakan membuat kita makin optimis," kata dia.
Baca juga: Stafsus Mendagri: Optimistis partisipasi pemilih Pilkada 70-80 persen
Baca juga: KPU Jatim pastikan tak ada petugas PPS/PPK mundur akibat COVID-19
Seperti Korea Selatan menurut dia memang menyelenggarakan hari pemilihannya ketika kurva COVID-19 melandai, namun proses tahapannya persis sama dengan kondisi Indonesia saat ini, ketika berada di tengah wabah yang belum memasuki masa puncak.
Memang menurut Kastorius ada perbedaan soal Korea Selatan bisa melakukan tahapan pemilihan lebih awal dan juga pemilihan lewat pos untuk lebih memudahkan pemilu di tengah pandemik, sementara aturan di Indonesia belum mengakomodasi hal tersebut.
"Tapi kita juga sudah menyiasati itu, menambah TPS agar dapat mengurangi jumlah kepadatan pemilih per TPS, dan penyesuaian lain juga kita lakukan untuk menyukseskannya, termasuk soal anggaran," kata dia.
Dengan bukti negara lain tetap bisa melaksanakan hajatan demokrasinya meski di tengah pandemik COVID-19 dan upaya menyiasati penyelenggaraan pilkada yang tepat di tengah pandemik, kata Kastorius seharusnya juga bisa membuat Indonesia berada pada jalur sukses tersebut.
"Tetapi kita juga realistis terhadap pilkada, perlu kunci, kuncinya meyakinkan masyarakat dan penyelenggara, pemilu yang aman di tengah COVID-19. Pemilu dikatakan sukses kalau partisipasi pemilih tinggi dan tidak ada penularan baru klaster pemilu, Korea Selatan dan Polandia bisa melakukannya, kita why not," katanya,
Untuk proses pilkada kata dia sudah diperiksa secara detail oleh pemerintah, Gugus tugas penanganan COVID-19 dan penyelenggara pemilu agar dapat sesuai dengan protokol kesehatan, baik dari sisi regulasi, anggaran maupun penerapannya, hal itu demi meyakinkan masyarakat bahwa pilkada aman dari COVID-19.
Kemudian, mata dunia saat ini tertuju pada pelaksanaan Pilkada serentak 2020 Indonesia, karena pilkada merupakan salah satu penyelenggaraan pemilu saat pandemik terbesar di dunia, dengan luas wilayah, pemilih mencapai 105 juta jiwa, sampai banyaknya interaksi di tengah pilkada.
Pilkada dengan kompleksitas tinggi saat pendemik COVID-19 tentu menjadi perhatian dunia karena keberhasilan pilkada jadi tolak ukur indeks demokrasi sekaligus keberhasilan manajemen negara dimasa pandemi.
"Ini menjadi etalase kita ke tingkat dunia, karena kalau kita berhasil, penilaian terhadap Indonesia akan sangat positif, ada tiga faktor yang selalu secara global dipakai untuk menilai bagaimana suatu negara mengelola pandemiknya," ucapnya.
Faktor pertama yaitu kapasitas dari negara, soal kebijakan, regulasi dan anggaran. Faktor kedua soal kepercayaan masyarakat apakah percaya pada pemerintahnya, dan yang ketiga terkait kepemimpinan, baik presiden, penyelenggara pemilu, daerah hingga partai politik dan peserta pemilu.
Tentunya tiga faktor tersebut lanjutnya diuji dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 yang akan berlangsung ketika Indonesia juga sedang berada di situasi pandemik COVID-19.
Baca juga: DPRD Kepri minta KPU antisipasi kampanye hitam pada Pilkada 2020
Baca juga: Pendaftaran pasangan calon kepala daerah Sukabumi dibuka September
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020