Dia menegaskan meski banyak kegiatan yang masuk ke desa atau kelompok masyarakat yang ada di desa yang dibentuk atau difasilitasi oleh berbagai macam pihak baik pemerintah maupun lembaga non-pemerintah, tapi belum mendukung kegiatan pembangunan desa.
"Tapi satu hal, tidak semua terintegrasi dengan pembangunan desa," kata dia dalam diskusi virtual tentang desa gambut yang dilaksanakan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dipantau di Jakarta pada Selasa.
Oleh sebab itu, saat BRG mendesain program Desa Peduli Gambut mereka merancang untuk terintegrasi dengan pembangunan desa. Karena itu, kegiatan restorasi gambut sedapat mungkin dibicarakan dengan masyarakat untuk dapat masuk ke dokumen perencanaan desa seperti RPJM Desa.
Baca juga: Mendes PDTT: Pembangunan desa gambut perlu kerja sama antardesa
Baca juga: Pembangunan desa pertimbangkan keseimbangan ekologi
Masuknya kegiatan tersebut diharapkan dapat berujung kepada pengalokasian anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Selain itu, BRG juga mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan penegakan hukum yang salah satunya adalah dalam bentuk pengawasan restorasi gambut yang sudah terdegradasi.
"Ini kami lakukan bersama masyarakat desa di mana kami membentuk paralegal masyarakat yang punya peran untuk melakukan mediasi, negosiasi pada saat terjadi konflik dan juga melakukan pemantauan restorasi," kata dia.
Menurut data BRG sampai dengan Juni 2020 terdapat 525 Desa Peduli Gambut dengan dukungan pendanaannya dirinci 300 desa memakai APBN, 176 berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat dan 49 hasil kolaborasi dengan sektor swasta.*
Baca juga: Perempuan desa gambut Kalbar produksi 10 ribu masker kain
Baca juga: Perempuan Desa Gambut siaga COVID-19 dengan produksi 12.500 masker
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020