"MPA efektif meminimialisir faktor aktivitas manusia sehingga terumbu karang bisa pulih secara alami," kata peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Aryono Hadi dalam seminar virtual Status Ekosistem Pesisir di Indonesia dan Pengelolaannya, yang dipantau di Jakarta, Selasa.
LIPI juga merekomendasikan peningkatan penegakan hukum, terutama untuk menghentikan praktik eksploitasi yang merusak ekosistem laut, seperti menangkap ikan di laut dengan menggunakan bahan peledak.
Tri juga mengatakan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam melindungi dan merawat terumbu karang dengan baik. Kegiatan restorasi terumbu karang juga harus ditingkatkan.
"Masyarakat pesisir sebagai aset kita ke depan yang akan menjaga terumbu karang kita ke depan karena tidak mungkin semua dilakukan pemerintah," ujarnya.
Tri menuturkan aktivitas manusia menjadi ancaman, utama terhadap perkembangan terumbu karang, seperti di pantai timur Sumatera dan Laut Natuna. Tekanan lokal di Laut Natuna tergolong tinggi sehingga perlu mendapat perhatian.
Tri mengatakan proses pemulihan terumbu karang di Nias dan Mentawai di pantai barat Sumatera tergolong lambat dan hampir gagal, dan itu perlu diwaspadai karena wilayah itu juga bukan termasuk area konservasi.
Tri mengatakan menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak masih intens terjadi, terutama di Buton dan Kendari.
"Di Kendari blast fishing kencang sekali. Ketika menyelam di sana saya masih dengar suara bom," ujarnya.
Tri menuturkan kawasan konservasi laut sangat efektif untuk menekan aktivitas manusia yang merusak.
"Ternyata tidak punya MPA, kecenderungan (perkembangan terumbu karang) turun. Ada MPA relatif naik," ujar Tri.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020