Direktur RSUD Daya Makassar Ardin Sani dicopot

30 Juni 2020 19:43 WIB
Direktur RSUD Daya Makassar Ardin Sani dicopot
Asisten I Pemerintah Kota Makassar, M Sabri saat memberikan keterangan pencopotan Direktur RSUD Daya, Ardin Sani, di Rumah Jabatan Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (30/6/2020). FOTO/HO/Humas Pemkot Makassar.
Pejabat Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin akhirnya menonaktifkan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Daya, Ardin Sani, karena dinilai lalai menjalankan tugas membiarkan jenazah pasien positif COVID-19 diambil pihak keluarga dengan dalih diberikan jaminan.

"Keputusan ini diambil Pj Wali Kota setelah melalui pertimbangan yang matang, dimana protokol kesehatan yang berlaku hukumnya wajib untuk ditegakkan di tengah masyarakat, apalagi saat ini pandemi COVID-19 di Makassar semakin hari semakin meningkat," kata Asisten I Bidang Pemerintahan, Pemkot Makassar, M Sabri, di Rumah Jabatan Wali Kota, Selasa.

Keputusan tersebut, kata dia, diambil Rudy menyusul terjadinya pembiaran pengambilan jenazah berstatus positif COVID-19 oleh pihak perwakilan dari keluarga pada hari Sabtu, 27 Juni 2020 di rumah sakit pemerintah daerah itu.

Ketua Satuan Tugas Penegakan Disiplin Gugus Tugas COVID-19 Makassar ini, menyampaikan pengganti sementara ditunjuk Drg. Hasni selalu pelaksana harian. Hasni sebelumnya menjabat Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Daya.

Baca juga: IDI ingatkan DBD bisa perparah kondisi pasien COVID-19

Baca juga: Makassar kerahkan 3.000 personel untuk disinfeksi wilayah


Menurut Sabri, kebijakan ini sebagai penegasan bahwa upaya mengambil jenazah pasien berstatus positif, sangat tidak di tolerir, sekalipun ada alasan-alasan teknis yang disampaikan oleh pihak keluarga bersangkutan.

“Apalagi pembiaran itu dilakukan oleh seorang kepala rumah sakit pemerintah yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan COVID-19. Ini tidak boleh terjadi di rumah sakit lain, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta," katanya.

Dengan kejadian tersebut, kata mantan Kepala Badan Pertanahan Pemkot itu, kepada siapa saja, termasuk pimpinan OPD, camat atau lurah untuk serius melakukan penanganan COVID-19 dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.

"Kita harus mengajarkan kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Jika dibiarkan, sama artinya jika pemerintah telah melonggarkan aturan-aturan yang telah di tetapkannya sendiri," ujarnya.

Sebelumnya, salah seorang pasien inisial CR merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) berumur 49 tahun masuk RSUD Daya pada 27 Juni 2020 pukul 05.00 WITA dengan keluhan demam dan sesak nafas. Hasil tes cepat menunjukkan tanda reaktif, selanjutnya diberi status Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Sekitar pukul 12.00 WITA, yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit setempat. Berselang beberapa saat, pihak keluarga melakukan koordinasi dengan pihak rumah sakit agar yang bersangkutan tidak dimakamkan secara protokol COVID-19.

Bahkan salah satu perwakilan diketahui anggota DPRD Kota Makassar bernama Andi Hadi Ibrahim Baso, asal Partai Keadilan Sejahtera, bertindak selaku penjamin sampai jenazah berhasil dibawa keluar rumah sakit untuk dimandikan lalu dikebumikan. Belakangan diketahui hasil tes usap (swab) pasien itu dinyatakan  positif COVID-19.*

Baca juga: Ibu hamil ditolak RS karena biaya, IDI Makassar luruskan disinformasi

Baca juga: IDI Makassar berduka empat dokter meninggal dunia terpapar COVID-19

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020