• Beranda
  • Berita
  • Merujuk China, jangan kaget pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 minus

Merujuk China, jangan kaget pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 minus

30 Juni 2020 20:27 WIB
Merujuk China, jangan kaget pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 minus
Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede dalam webinar membahas perspektif pemulihan ekonomi dan kenormalan baru di Jakarta, Selasa (9/6/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)
Ekonom senior Raden Pardede mengaku tidak akan kaget jika pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II-2020 minus hingga 3 persen atau 5 persen, merujuk kondisi di China.

Ia menuturkan, pertumbuhan ekonomi China pada triwulan I-2020 minus 6,8 persen padahal wabah Covid-19 sudah ditemukan di Wuhan pada kuartal IV-2019.

"Di kita, dampaknya memang terlihat di bulan Maret, pandemi muncul. Itu pun sudah terlihat penurunan meski masih positif 2,97 persen (kuartal I-2020). Di kuartal II nanti akan sangat mirip dengan yang terjadi di China. Tidak akan jauh dari situ, apa akan minus 3 persen, 5 persen, saya pikir kita tidak terlalu kaget," katanya dalam webinar bertajuk "RUU Cipta Kerja dan Ekonomi Pandemi: Opini Publik Nasional", Selasa.

Menurut Raden, pertumbuhan ekonomi yang minus bisa terjadi lantaran pemerintah sudah melarang warga untuk bekerja atau bepergian demi melindungi kesehatan. Otomatis kegiatan ekonomi juga harus melambat.

Baca juga: IMF prediksi resesi global, pertumbuhan diproyeksikan minus 4,9 persen

Namun, keadaan ekonomi yang lebih buruk dibandingkan tahun lalu juga terjadi di seluruh dunia akibat pandemi Covid-19.

"Satu hal, (krisis) kali ini agak beda dengan krisis lainnya karena secara sengaja pemerintah menghentikan kegiatan. Di krisis sebelumnya, bahkan saat great depression dan Perang Dunia II pun terjadi krisis ekonomi, tapi tidak pernah pemerintah melarang orang bekerja," katanya.

Dengan mulai dibukanya kegiatan ekonomi secara bertahap mulai awal Juni, diharapkan bisa kembali mendorong pertumbuhan ekonomi untuk kuartal berikutnya.

Lagipula, kegiatan ekonomi yang mulai dibuka juga lantaran banyak pekerja di sektor nonformal yang tidak mampu bertahan jika tidak bekerja kecuali mendapat aokongan penuh dari pemerintah.

Baca juga: Soal pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi minus, ini kata Luhut

Hal itu, tentu berbeda dengan kondisi di negara maju yang memiliki sistem jaminan sosial mumpuni.

"Makanya mulai awal Juni dibuka dan banyak yang bahkan saat dilarang pun masih bekerja, begitu dibuka (pembatasan) maka mayoritas kembali bekerja," tuturnya.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020