Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan bahwa tidak ditemukan adanya data dalam sistem yang dimiliki Kemenkumham mengenai keberadaan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra di Indonesia.Joko Tjandra datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali
"Dari mana data bahwa dia tiga bulan di sini, tidak ada datanya kok. Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya," ujar Yasonna dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Yasonna mengatakan pihaknya tidak tahu-menahu mengenai keberadaan koruptor yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak bertahun-tahun lalu itu.
"Kemenkumham tidak tahu sama sekali di mana. Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga. Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada," kata Yasonna pula.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menjelaskan mengenai kronologi status Joko Tjandra yang masuk daftar pencarian orang.
Arvin menuturkan, permintaan pencegahan atas nama Joko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan pada 24 April 2008. Pencegahan tersebut berlaku selama 6 bulan.
Kemudian, 'red notice' dari Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra terbit pada 10 Juli 2009. Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
Pada pada 12 Februari 2015 terdapat permintaan DPO dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra.
Ditjen Imigrasi lalu menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa 'red notice' atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
Baca juga: ICW minta Menkumham anulir keputusan cuti jelang bebas Nazaruddin
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020.
Pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung RI, sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.
"Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan tidak ditemukan dalam data perlintasan," ujar Arvin.
Joko Tjandra oleh Mahkamah Agung (MA) divonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta terkait kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp546,468 miliar.
Dia melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini (PNG), satu hari sebelum dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Joko Tjandra dikabarkan sudah berstatus sebagai warga negara PNG.
Dalam rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen RI Senayan Jakarta, Senin (29/6), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan dirinya memperoleh informasi bahwa Joko Tjandra telah berada di Indonesia.
"Joko Tjandra datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK)-nya," ujar Jaksa Agung dalam rapat tersebut.
Baca juga: Menkumham pastikan hadiri sidang Perppu COVID-19 di MK
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020