"Pascapandemi COVID, untuk bisnis mobil baru, ke depannya akan menggeser secara perlahan peran diler sebagai 'Sales'. Divisi marketing industri otomotif dapat langsung bertemu dengan pelanggan mereka via online dengan model 'Business to Customer'," kata Yannes saat dihubungi ANTARA, Kamis.
"Peran dealer akan bergeser sebagai unit 'Services' dan 'Spareparts' saja atau penyedia unit test drive dengan protokol kesehatan yang baru," ujar dia melanjutkan.
Lebih lanjut, akademisi Institut Teknologi Bandung itu mengatakan, tren usaha rintisan (startup) yang bergerak di penjualan kendaraan bermotor -- baik baru maupun bekas akan tumbuh pesat di Tanah Air.
"Hal ini dikarenakan (startup jual-beli kendaraan) telah jadi kebutuhan untuk transportasi pribadi hingga sarana aktualisasi diri bagi masyarakat Indonesia," papar Yannes.
Tak hanya itu, ia berpendapat bahwa pergeseran kebiasaan dan gaya hidup masyarakat yang beralih ke digital sejalan dengan semakin "habis"nya generasi tua seperti baby boomers (kelahiran tahun 1946-1964), dan Silent Generation (kelahiran 1925-1945).
"Sedangkan, generasi X (kelahiran 1965 -1979) yang merupakan generasi peralihan ke generasi yang melek digital akan beradaptasi untuk semakin menikmati pembelian melalui online dengan booking online test drive yang disediakan oleh cabang-cabang sales di setiap kota," kata dia.
Namun, Yannes mengatakan bahwa peran diler sebagai penyalur dan penjual mobil langsung diprediksi masih akan digunakan, khususnya bagi kendaraan mewah atau segmen premium.
"Khusus untuk kendaraan mewah masih tetap membutuhkan sales point dengan kemasan gedung dan interior yang mewah dan representatif layaknya galeri, mengingat yang mereka jual adalah brand image dan citra-nuansa kemewahan," pungkasnya.
Baca juga: Tren "car listing online" akan semakin diminati di Indonesia
Baca juga: Beli mobil bekas secara "online", apa plus-minusnya?
Baca juga: Tiga pertimbangan konsumen sebelum menjual mobil
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020