"Kemenperin (Kementerian Perindustrian) pernah mengatakan akan mengeluarkan protokol kesehatan untuk industri. Nah ini kuncinya, perlu pengawasan ketat dan detail," ujar pengamat ekonomi Indef, Andry Satrio dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan uji kesehatan terhadap pegawai mengenai COVID-19 harus terus diberlakukan secara berkala agar tidak menambah kasus maupun klaster baru.
"Selain itu pemerintah harus dapat memastikan industri dengan penggunaan karyawan yang besar perlu dibatasi jam operasionalnya," ucapnya.
Baca juga: Pakar: Penerapan protokol kesehatan pengaruhi kepercayaan wisatawan
Menurut dia, jika pemerintah tidak memperketat pengawasan maka dampaknya akan menghambat kinerja produksi industri.
"Ketika terdapat temuan kasus baru di kawasan industri, bisa jadi semua tenant di kawasan industri itu akan urung untuk berproduksi karena takut juga terkena. Akhirnya tenant sekitar akan menutup sementara pabriknya, minimal selama 14 hari. Justru ini jadi kontra produktif," katanya.
Memasuki era normal baru, lanjut, Andry Satrio, potensi penyebaran COVID-19 dapat semakin luas, selain memperketat pengawasan, pemerintah juga harus memberikan sanksi jika terdapat pelanggaran.
"Apa sanksinya jika ternyata terbukti tidak mematuhi. Sebetulnya ini yg kita takutkan, di era new normal ini ketika pabrik sudah 'fully operate', risiko terpapar COVID-19 juga akan semakin besar," kata Andry Satrio.
Baca juga: Menaker: Industri harus terus berlangsung ditengah pandemi
Kendati demikian, ia menilai, terpaparnya beberapa pegawai Unilever tidak serta merta membuat citra produk perusahaan menjadi kurang diminati oleh konsumen.
"Citra mungkin tidak sampai ke sana ya. Mungkin hanya terhambat pada proses produksi saja. Ini sama seperti kasus buruh linting Sampoerna yg terkena COVID-19," ujarnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020