Presiden Joko Widodo mengingatkan target yang harus dicapai Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2020 yaitu sebesar 26 persen.Saya juga ingin titip hati-hati kebakaran hutan dan lahan, ini sudah masuk ke musim panas,"
"Pembicaraan antara Indonesia dan Norwegia untuk menurunkan GRK prosesnya sudah cukup panjang. Saya kira sudah sejak 2010 dan Indonesia terus berkomitmen untuk terus menurunkan GRK sebanyak 26 persen pada 2020 dan meningkat 29 persen di tahun 2030," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat kabunet terbatas dengan tema "Kelanjutan Kerja Sama Penurunan Emisi GRK Indonesia – Norwegia dan Kebijakan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (Carbon Pricing)" yang juga dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju.
Baca juga: Legislator dukung penggunaan BBM ramah lingkungan
"Walau kita masih fokus dalam pengendalian COVID-19 namun ada beberapa agenda strategis nasional yang tadi sudah saya sampaikan mengenai emisi Gas Rumah Kaca termasuk kerja sama Indonesia- Norwegia yang harus terus berlanjut," tambah Presiden.
Selain memiliki target penurunan emisi karbon, Presiden Jokowi mengatakan berdasarkan Konferensi Perubahan Iklim yang sudah diratifikasi ada sektor-sektor yang secara spesifik diturunkan emisi GRK-nya.
"Dengan dukungan kerja sama teknik dari luar negeri dan berdasarkan konferensi perubahan iklim kita punya kewajiban untuk penurunan emisi karbon di sektor kehutanan sebesar 17,2 persen, sektor energi 11 persen, sektor limbah 0,32 persen dan sektor pertanian 0,13 persen dan sektor industri dan transportasi 0,11 persen," ungkap Presiden.
Baca juga: Pemerintah antisipasi lonjakan emisi saat pemulihan ekonomi nasional
Presiden Jokowi pun meminta konsistensi dalam menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan GRK, perlindungan gambut dan percepatan rehabilitas hutan dan lahan, perlindungan biodiversitas, pemulihan habitat hingga pengembangan biodiesel.
"Saya juga ingin titip hati-hati kebakaran hutan dan lahan ini sudah masuk ke musim panas," tambah Presiden.
Selanjutnya Presiden Jokowi memerintahkan seluruh tahapan untuk penurunan emisi GRK segera diselesaikan baik penyelesaian regulasi, instrumen pendanaan dan insentif bagi pemangku kepentingan.
Baca juga: KHLK: Perilaku positif harus dipertahankan untuk turunkan emisi GRK
"Kita harus memastikan pengaturan karbon ini betul-betul punya dampak signifikan bagi penurunan GRK sebesar 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030," kata Presiden.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Mei 2020 mengatakan Indonesia akan menerima pembayaran hasil kerja penurunan emisi GRK dari Norwegia sejumlah 56 juta dolar AS atau sekitar Rp840 miliar.
Dana tersebut dibayarkan dengan skema Result Based Payment (RBP) dan merupakan pembayaran pertama kalinya atas prestasi penurunan emisi karbon dari kehutanan tahun 2016/2017.
Baca juga: Peneliti: Konservasi mangrove bisa kurangi 10-30 persen emisi tahunan
Saat ini pemerintah sedang menyiapkan sejumlah dokumen dan laporan sebagai prasyarat pembayaran. Dokumen tersebut meliputi, Measurement, Reporting and Verification (MRV) sebagai basis panduan penghitungan RBP untuk kinerja Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Indonesia sejak tahun 2016, dan mencapai kesepakatan pada Februari 2019.
Penurunan emisi GRK Indonesia tahun 2016/2017 dilaporkan sebesar 4,8 juta ton CO2eq. Pengajuan resmi dilakukan pada Juni 2019 untuk RBP pertama dari REDD+, dan selanjutnya dilakukan verifikasi sesuai ketentuan MRV.
Baca juga: Pakar iklim sarankan pengawasan sipil untuk kurangi gas rumah kaca
Setelah verifikasi oleh pihak Norwegia pada 1 November 2019 hingga Maret 2020, didapatkan data penurunan emisi tahun 2016/2017 yang lebih tinggi dari laporan semula, yaitu sebesar 11,2 juta ton CO2eq.
Harga per ton CO2eq adalah sebesar 5 dolar AS, yang mengacu harga yang berlaku pada Bank Dunia tentang REDD+. Setelah pembayaran pertama, selanjutnya akan dilaksanakan pembayaran karbon atau RBP atas prestasi kerja tahun 2017/2018 dan seterusnya.
Baca juga: Kenaikan konsentrasi gas rumah kaca sebabkan cuaca ekstrem
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020