"Bukan aparatur sipil negara dan juga bukan tenaga honorer. Dia relawan yang direkrut untuk menjadi pendamping bekerja sama dengan dinas di daerah," kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Nahar mengatakan P2TP2A terdiri atas berbagai unsur yang ditetapkan melalui surat keputusan kepala daerah. Pelaku termasuk sebagai anggota P2TP2A yang diputuskan melalui surat keputusan Bupati Lampung Timur.
Menurut Nahar, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan sudah dua hari memantau kasus tersebut dan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Timur.
Baca juga: Aktivis: Penerimaan pegawai P2TP2A harus berintegritas cegah pelecehan
Baca juga: Polda Lampung selidiki dugaan pemerkosaan oleh Kepala UPT P2TP2A
"Prinsip kami, kalau ada pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak harus diproses hukum siapa pun pelakunya," tuturnya.
Menurut Nahar, pelaku juga diancam hukuman lebih berat karena sebagai relawan P2TP2A dia seharusnya melindungi anak korban. Untuk proses hukumnya, Nahar menyerahkan kepada polisi karena kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Lampung.
"Proses penyelidikan dan penyidikan harus benar. Kita serahkan ke polisi sambil tetap menghormati hak korban dan pelaku. Kami tidak ada kompromi dengan kejahatan seksual. Kepentingan terbaik anak harus dinomorsatukan," katanya.
Nahar mengatakan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Timur akan memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pelindungan selama proses hukum kasus tersebut berjalan.
"Kami berterima kasih kepada lembaga dan organisasi yang mendampingi kasus ini. Sementara ini korban ada di tempat aman yang disepakati dan ada organisasi yang mau melindungi serta mendampingi proses hukumnya," katanya.*
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020