Menurut dia, gempa dalam akibat adanya deformasi atau penyesaran pada lempeng yang tersubduksi di bawah Laut Jawa tersebut guncangannya dirasakan di sebagian Pulau Jawa, Bali, Lombok, dan Sumatera bagian selatan.
Guncangan akibat gempa tersebut dirasakan di daerah Karangkates dan Nganjuk di Jawa Timur; Daerah Istimewa Yogyakarta; Purworejo, Kebumen, Banjarnegara, dan Boyolali di Jawa Tengah; Pangandaran dan Garut di Jawa Barat; Krui, Sekincau, dan Semaka di Lampung; Gianyar, Kuta, Denpasar, dan Karangasem di Bali; serta Lombok Barat dan Mataram di Nusa Tenggara Barat.
"Karena saking dalamnya hiposenter gempa maka spektrum guncangan yang dirasakan dalam wilayah yang luas," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam siaran pers BMKG.
Menurut dia, gempa yang terjadi pukul 05.54 WIB di laut sekitar 85 km arah Utara Mlonggo, Jepara, Jawa Tengah, pada kedalaman 539 km itu disebut sebagai deep focus earthquake.
Ia menjelaskan, gempa itu terjadi karena slab lempeng Indo Australia yang menunjam dan menukik di bawah Laut Jawa menggantung dan kemudian putus akibat adanya tarikan gaya gravitasi atau proses lempeng yang mulai menggulung balik.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan turun (normal fault) akibat tarikan lempeng ke bawah, katanya.
Sampai saat ini belum ada laporan mengenai kerusakan yang terjadi akibat gempa tersebut, yang menurut hasil pemodelan tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Baca juga:
Gempa bermagnitudo 6,1 di Laut Jawa tidak berpotensi tsunami
Kabupaten Jepara alami gempa dengan magnitudo 6,1
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020