• Beranda
  • Berita
  • Jalani cangkok paru, pasien COVID-19 di Korsel mulai pulih

Jalani cangkok paru, pasien COVID-19 di Korsel mulai pulih

7 Juli 2020 11:56 WIB
Jalani cangkok  paru, pasien COVID-19 di Korsel mulai pulih
Ilustrasi - Pekerja medis bertugas di rumah sakit. ANTARA/Shutterstock/am

Ia berbicara ke kami: saya bersyukur bisa melihat matahari terbit, melihat cahaya bulan. Saya bersyukur saya bisa kembali bernapas

Seorang pasien COVID-19 di Korea Selatan, yang hidupnya bergantung pada alat bantu selama 112 hari, mulai pulih setelah menjalani operasi transplantasi paru ganda, kata dokter.

Operasi di Korsel itu jadi transplantasi paru ganda kesembilan yang dilakukan di dunia sejak COVID-19 mewabah pada akhir tahun lalu.

Pasien tersebut merupakan perempuan berusia 50 tahun. Ia didiagnosis kena COVID-19 dan dirawat di rumah sakit sejak Februari 2020. Selama 16 minggu, hidup pasien itu bergantung pada  alat bantu pernapasan ECMO (extracorporeal membrane oxygenation).

Alat itu membantu mengalirkan oksigen ke sel darah merah pasien.

Perempuan itu jadi pasien COVID-19 terlama yang menggunakan alat bantu, kata beberapa dokternya.

Baca juga: Korsel laporkan peningkatan pasien sembuh yang kembali positif corona
Baca juga: Pertama kali, pasien sembuh di Korsel semakin banyak


Beberapa pengobatan seperti obat anti-malaria hydroxychloroquine, obat HIV Kaletra dan steroid tidak dapat menyembuhkan fibrosis paru pasien, sehingga membuat dokter khawatir kondisi paru dia akan memburuk, kata Dr Park Sung-hoon, profesor paru dan perawatan kritis di rumah sakit Hallym University Sacred Heart Hospital.

Kondisi itu membuat dokter tidak punya banyak pilihan selain transplantasi paru.

"Kemungkinan keberhasilan transplantasi paru untuk pasien dengan ECMO sekitar 50 persen, dan untungnya, pasien kami telah disiapkan dengan baik sebelum operasi, saat kami menemukan donor," kata Dr Kim Hyoung-soo, direktur program ECMO di rumah sakit itu. Dokter Kim juga yang memimpin operasi transplantasi paru ganda tersebut.

Sejauh ini, pasien masih menolak diwawancarai atau diketahui identitasnya.

Beberapa dokter yang melakukan operasi selama delapan jam itu menyebut paru-paru pasien rusak dan keras seperti batu.

Pasien mengalami sindrom pernapasan akut (ARDS) saat datang ke rumah sakit, kata Park. Ia tidak dapat hidup tanpa bantuan ECMO.

ECMO umumnya digunakan oleh pasien yang membutuhkan lebih banyak bantuan dari yang mampu diberikan ventilator/alat bantu napas. Pasien dengan ECMO dianggap 90 persen sekarat.

Sebagian pasien dengan ECMO umumnya membaik pada dua sampai tiga pekan, tetapi mereka yang kondisinya memburuk akan menjalani operasi transplantasi paru, kata Kim.

Enam operasi transplantasi paru ganda telah dilakukan di China, satu di Amerika Serikat, dan satu di Australia, kata pihak rumah sakit.

Transplantasi paru cukup jarang dilakukan di Korea Selatan. Setidaknya pada 2018, hanya ada 92 operasi transplantasi paru yang dilakukan. Angka itu cukup rendah apabila dibandingkan dengan 2.108 transplantasi ginjal dan 176 transplantasi hati, demikian data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan.

Kepala perawat untuk program ECMO, Lee Sun-hee, mengatakan pasien itu punya keinginan hidup yang lebih kuat daripada biasanya. Lee telah merawat pasien itu sejak Februari.

"Ia berbicara ke kami: saya bersyukur bisa melihat matahari terbit, melihat cahaya bulan. Saya bersyukur saya bisa kembali bernapas," kata Lee.

Lee mengatakan pasien itu tahu kegiatan yang akan ia lakukan pertama kali setelah keluar dari rumah sakit.

"Dia akan mandi," kata Lee.

Dokter mengatakan pasien akan diperbolehkan pulang saat otot dadanya cukup kuat menahan tubuhnya saat bernapas.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pasien COVID-19 bergolongan darah A lebih berisiko​​​​​​​
Baca juga: Isu Cangkok Paru-Paru Michael Jackson Dibantah

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020