Sosiolog Universitas Indonesia Prof Paulus Wirutomo mengatakan pemerintah harus memiliki konsep dan prinsip yang jelas tentang rokok, jangan berubah-ubah....merokok bukan sekadar perbuatan iseng, tetapi bagi sebagian besar perokok merupakan perilaku yang dilakukan karena kecanduan.
"Terdapat banyak konflik kepentingan terkait rokok. Aspirasi perokok jelas tidak bisa atau tidak mau berhenti, sedangkan aspirasi masyarakat umum adalah ingin udara segar," kata Paulus dalam sebuah seminar daring yang diadakan Indonesia Institute for Social Development (IISD) yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Konflik kepentingan terkait rokok yang lain adalah aspirasi pengusaha yang tidak ingin rokok dilarang dan aspirasi tenaga kerja yang tidak mau kehilangan pekerjaan.
Terhadap konflik kepentingan dan perbedaan aspirasi berbagai pihak tersebut, Paulus mempertanyakan berada di mana aspirasi pemerintah.
"Pemerintah harus melihat soal rokok ini secara sistemik-holistik. Gunakan analisis sosietal, yaitu struktur, kultur, dan proses," tuturnya.
Selain itu, pemerintah juga harus menggunakan pendekatan kewarganegaraan, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sanksi terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok, harus nyata daripada sekadar mematikan.
"Kepentingan pribadi, termasuk merokok, tidak selalu sejalan dengan kepentingan orang banyak atau kebijakan publik," katanya.
Paulus mengatakan merokok bukan sekadar perbuatan iseng, tetapi bagi sebagian besar perokok merupakan perilaku yang dilakukan karena kecanduan.
Penerapan kawasan tanpa rokok bertujuan untuk melindungi kesehatan dan menciptakan udara yang bersih, yang pada sisi lain juga untuk mendidik masyarakat untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020