Faskes di Gili Matra belum siap normal baru

7 Juli 2020 16:04 WIB
Faskes di Gili Matra belum siap normal baru
Dokumen - Suasana kawasan wisata Gili Trawangan sebelum musibah gempa bumi dengan magnitudo 7 skala Richter pada 5 Agustus 2018 yang mengakibatkan robohnya dermaga kapal yang berada di pesisir pantai Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB. ANTARA/Dhimas BP

Ada dokter yang membuka praktik di klinik, hanya saja tarifnya mahal. Untuk berobat biasa saja tarifnya sampai Rp2 juta

Fasilitas kesehatan yang ada di kawasan wisata andalan Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni di Gili Matra (Trawangan, Air, dan Meno) dinilai belum siap menyambut era normal baru di tengah pandemi COVID-19.

"Kalau dilihat dari fasilitas kesehatan memang belum siap secara prosedur," kata Ketua Gili Hotel Association (GHA) Lalu Kusnawan yang ditemui di Mataram, Selasa.

Menurutnya, sebuah kawasan wisata yang menjadi primadona di kancah internasional, Gili Matra sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah.

Baca juga: Normal baru, bakal ada aturan baru di wisata selam Gili Matra Lombok

Apalagi di tengah kesiapan menyambut "new normal", Gili Matra pantas memiliki standar faskes yang memadai.

Namun demikian, putra daerah asal Lombok Utara ini melihat faskes yang ada di Gili Matra, masih jauh dari standar, terlebih untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat lokal.

Baca juga: KKP siap pulihkan pariwisata bahari Gili Matra Nusa Tenggara Barat

"Puskesmas disana belum ada, yang ada cuma pustu (puskesmas pembantu), itu pun tenaga kesehatan dan obat-obatan terbatas," ujarnya.

Apalagi tenaga kesehatan sekelas dokter, Kusnawan mengaku memang ada pihak swasta yang membuka praktik kesehatan di Gili Matra, namun untuk berobat di sana membutuhkan "kantong tebal".

Baca juga: Hingga 2.700 wisatawan dievakuasi dari kawasan Gili Matra

"Ada dokter yang membuka praktik di klinik, hanya saja tarifnya mahal. Untuk berobat biasa saja tarifnya sampai Rp2 juta," ucapnya.

Apalagi di tengah pandemi COVID-19, mereka yang seharusnya dapat diandalkan bagi masyarakat lokal setempat, pada tutup gerai.

"Sekarang klinik-klinik praktik swasta itu pada tutup, itu yang jadi kekecewaan kita," kata Kusnawan.

Namun dikatakannya ada satu dokter yang berani membuka praktik di klinik yang bisa membantu sekelas masyarakat menengah ke bawah. Keberadaannya sejak November 2019, diinisiasi berkat dukungan pegiat wisata setempat.

"Jadi GHA sendiri yang menginisiasi terbentuknya, sehingga ada dokter yang membuka praktik dengan kerja sama BPJS dan itu hanya ada di Trawangan, sedangan Air dan Meno itu belum ada," ujarnya.

Karena itu, Kusnawan berharap pemerintah segera mengambil langkah jitu untuk Gili Matra. Menurut dia, masyarakat maupun pegiat pariwisata di Gili Matra sudah siap satu suara dengan pemerintah.

Bahkan pihaknya menantang pemerintah untuk duduk bersama demi mengembalikan kemasyhuran dunia pariwisata, khususnya Gili Matra yang sudah lama menjadi destinasi andalan NTB.

"Kalau misal belum dibuka, langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan, kita bisa bantu, kita support, yang penting kita bisa lebih bersinergi, harus bersama-sama, masif," kata dia.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020