Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan masjid menjadi tempat yang strategis untuk merekonstruksi cara berpikir umat Islam dalam upaya membangun peradaban Islam.
"Masjid strategis untuk membangun cara berpikir yang lebih kompatibel dengan pembangunan peradaban Islam. Membangun sebuah peradaban bersumber dari cara berpikir masyarakatnya," kata Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan dalam web seminar yang diselenggarakan Badan Pengelola Masjid Istiqlal dari Jakarta, Rabu.
Untuk membangun peradaban Islam, lanjut Ma'ruf, diperlukan pola pikir keislaman yang wasathy atau moderat, sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
"Langkah utama yang perlu dilakukan adalah mengkonstruksi ulang cara berpikir umat Islam, yakni cara berpikir wasathy, cara berpikir yang moderat, dinamis, tetap dalam koridor manhajy dan tidak esktrem," lanjutnya.
Mengacu pada surat Al-Fatihah, Ma'ruf mengatakan cara berpikir moderat adalah dengan memiliki pemahaman ajaran agama Islam yang lurus, tidak terlalu ke kanan atau terlalu ke kiri.
Baca juga: Meski diizinkan, Istiqlal belum selenggarakan Shalat Jumat
Cara berpikir terlalu ke kanan merupakan kiasan dari cara berpikir yang berlebihan dalam beragama, sementara terlalu ke kiri cenderung materialistis-sekuler sehingga mengabaikan prinsip keagamaan, jelas Ketua non-aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
"Cara berfikir ifrathi ialah semangat keagamaan yang berlebihan tanpa dibarengi dengan ilmu, terutama ilmu tentang metode pemahaman nash, sehingga terkungkung dengan pemahaman tekstual, terutama dalam memahami nash," katanya.
Oleh karena itu, pentingnya menyebarkan ajaran agama Islam yang moderat menjadi cara untuk membangun kembali nilai-nilai peradaban Islam, dan itu bermula dari masjid.
"Tempat yang paling baik untuk melakukan penguatan cara berfikir wasathy tersebut adalah masjid, karena tidak ada umat Islam yang lepas dari pengaruh masjid," ujarnya.
Baca juga: Kunjungan Wapres ke Sukabumi berikan dorongan moril bagi Jawa Barat
Baca juga: Sukabumi jadi wilayah kunjungan kerja perdana Wapres selama pandemi
Baca juga: Wapres: Bahaya COVID-19 dan ekonomi harus dihadapi sekaligus
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020