Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk memperbaiki struktur penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.Kami memahami perspektif Kementerian Desa tentu semuanya memang semula data-datanya adalah penerima masyarakat desa
"Kami memahami perspektif Kementerian Desa tentu semuanya memang semula data-datanya adalah penerima masyarakat desa. Namun, COVID-19 kan sesungguhnya kita ketahui sebagaimana Pak Menteri menyampaikan sebelumnya ini adalah realokasi dari dana desa kepada penerima manfaat yang berhenti atau tidak bekerja akibat COVID-19," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Hal tersebut dikatakannya saat rapat koordinasi dengan Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar secara daring di Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK ingatkan penyaluran BLT dana desa jangan diselewengkan
"Yang menjadi pertanyaan kami tadi, melihat dari struktur penerimanya 88 persen petani atau buruh tani sampai yang kecil-kecil. Tadi strukturnya kalau tidak salah petani dan buruh tani 88 persen, nelayan dan buruh nelayan 4 persen, buruh pabrik 2 persen, guru 1 persen, pedagang dan UMKM 5 persen," ujar Ghufron.
Namun, ia mempertanyakan soal objek sasaran penerima BLT Dana Desa yang bukan dilihat dari perspektif terdampak COVID-19.
"Yang menjadi pertanyaan apa iya petani dan buruh tani atau nelayan dan buruh nelayan itu terhenti kegiatan usahanya akibat COVID-19? Jadi, seakan-akan ini hanya mengalihkan tetapi objek atau subjek sasarannya masih tetap kepada sasaran dalam perspektif Kementerian Desa bukan perspektif COVID-19," tuturnya.
Seharusnya, lanjut dia, sasaran penerima BLT Dana Desa itu yang benar-benar terdampak COVID-19 seperti buruh yang tidak dapat bekerja akibat pabriknya ditutup.
"Itu yang maksud saya kemudian perlu dipertanyakan ulang apakah ini benar untuk COVID-19. Apakah hanya namanya realokasi dari dana desa kemudian ke COVID-19 tetapi sasarannya sebenarnya tidak begitu berubah. Padahal mestinya yang banyak terdampak tentu pada aspek-aspek yang tertutup kantornya, pabriknya, dan lain-lain, misalnya buruh pabrik, pedagang UMKM," ujar Ghufron.
Selain itu, ia juga menyoroti soal struktur penerima BLT Dana Desa di lingkungan keluarga.
"Basis keluarga itu belum menunjukkan secara tepat kepada penerima-penerima yang membutuhkan. Contoh begini kalau keluarga atau basis datanya dalah KK (kartu keluarga), banyak KK itu yang ternyata memiliki struktur yang tercantum di KK itu bukan sepenuhnya yang ditanggung keluarga tersebut," ungkap dia.
Ia pun mencontohkan sopirnya yang juga tercantum di dalam kartu keluarganya karena tinggal bersama.
"Contohnya saya saja, sopir saya atau pengaman saya karena tinggal bersama saya kadang kemudian dia mencantumkan diri dalam KK saya sehingga stuktur dia termasuk kepada saya yang mungkin dianggap mampu. Padahal dia tidak mampu dalam struktur perekonomian tetapi dalam struktur KK karena tercantum kepala keluarganya masuk ke saya kemudian itu tidak pantas menerima BLT itu. Itu mungkin perlu didetilkan, memang ada yang terpisah," kata dia.
Baca juga: Kemendes telah salurkan Rp8,3 triliun untuk BLT Dana Desa
Baca juga: Mendes PDTT: 71.065 desa sudah salurkan BLT Dana Desa
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020