"Kita punya tantangan terkait dengan adanya risiko perubahan iklim jika masih tetap mengandalkan komoditi tunggal, padi," kata Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Dr. Haris Gunawan dalam diskusi virtual yang dipantau dari Jakarta pada Kamis.
Jika, perubahan ekstrem perubahan iklim berlanjut akan mempengaruhi produktivitas padi, karena tanaman itu sangat sensitif terhadap risiko perubahan iklim. Kenaikan suhu dua derajat Celcius akan menurunkan produktivitas padi 6-8 persen.
Sedangkan sagu, ketika melihat dari sejarah, yang sudah berada di Tanah Air selama beberapa abad dapat memberi keyakinan bisa menjadi bahan pokok pangan di samping padi, kata dia.
Baca juga: LIPI: tanaman sagu bantu restorasi lahan gambut
Baca juga: Peneliti UPR dukung 'food estate' di Kalteng asal tak merusak gambut
Haris melihat ada potensi penanaman sagu di lahan yang menjadi target restorasi gambut BRG.
Badan ini sudah memetakan lokasi indikatif pengembangan sagu di Riau lebih kurang 300 ribu hektare (ha) dan total tujuh provinsi jadi target restorasi gambut di Indonesia dengan luas 1,39 juta ha.
"Kami dari BRG memberikan keyakinan dan juga dukungan bahwa kita siap menghadapi risiko terkait kedaulatan dan ketahanan pangan dengan potensi yang sangat luas di lahan gambut," kata Haris.
Tapi, dia mengingatkan bahwa itu hanya hitungan indikatif yang membutuhkan penajaman dan perincian jika ingin mengimplementasikan penanaman sagu.*
Baca juga: Pemkab Banyuasin bangun 11 embung cegah karhutla
Baca juga: Petani Banyuasin berhasil kembangkan padi hitam di lahan gambut
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020