Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Dr. HM Hidayat Nur Wahid kembali mendesak Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan mencabutnya dari program legislasi nasional (prolegnas).Ini langkah yang positif yang sinyalnya bisa ditangkap oleh masyarakat bahwa akan ada perubahan kebijakan terkait RUU HIP dengan tidak dilanjutkan lagi pembahasannya
Desakan tersebut disampaikan Hidayat melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Kamis, menanggapi aspirasi banyak pihak untuk menghentikan kegaduhan politik di tengah semakin mengkhawatirkannya pandemik Corona (COVID-19) di Indonesia.
Apalagi, sosok yang akrab disapa HNW itu mengatakan sejak beberapa hari terakhir, Indonesia sudah menjadi negara dengan jumlah korban terbanyak se-ASEAN.
Bahkan, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 mengumumkan bahwa persentase kematian akibat COVID-19 di Indonesia adalah yang tertinggi se-Dunia.
Baca juga: Syarief Hasan minta presiden untuk menolak RUU HIP
Dalam kerawanan COVID-19 yang mengkhawatirkan, kata HNW, RUU HIP malah menghadirkan polemik dan memancing demonstrasi di mana-mana.
Karena di dalam RUU HIP, jelas dia, terkandung banyak konten yang kontroversial, dan malah bisa "downgrade" Pancasila sebagai dasar negara, mengaburkan Pancasila yang disepakati oleh PPKI dan termaktub dalam Pembukaan UUD 45 dengan memunculkan Trisila dan Ekasila, serta mengaburkan sila Ketuhanan YME menjadi Ketuhanan saja, atau Ketuhanan yang berkebudayaan.
Menurut dia, penolakan terhadap RUU HIP merupakan bukti kesadaran publik akan masalah-masalah mendasar yang timbul akibat RUU HIP, bukan semata karena persoalan TAP MPRS no XXV/1966 yang tidak masuk ke dalam konsideran atau juga ketentuan soal Trisila dan Ekasila.
Buktinya, kata politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pihak-pihak yang menolak RUU HIP semakin meluas, baik yang menuntut agar RUU HIP ini dihentikan atau ditolak, bahkan dicabut dari prolegnas.
Bahkan, lanjut dia, pihak yang menolak RUU HIP semakin beragam, bukan hanya dari kelompok agama Islam, tetapi juga dari Legiun Veteran, Pemuda Pancasila, serta Forum Guru Besar UPI.
Baca juga: Wakil Ketua MPR dorong Presiden ambil langkah tegas terkait RUU HIP
"Saat pandemik COVID-19, demo menolak RUU HIP itu semakin meluas di pusat maupun di daerah. Banyak sekali pihak, baik pimpinan MPR, pimpinan DPD dan sebagian fraksi di DPR, Menkopolhukam, maupun ormas lintas agama, seperti NU, Muhammadiyah, PGI, KWI, Hikmabudhi, PHDI, Matakin, MUI, FPI, PP (Pemuda Pancasila) Legiun Veteran RI, Asosiasi Dosen se-Indonesia, Aliansi Perempuan Peduli Indonesia, GP Anshor, hingga ICMI, sepakat agar RUU HIP ini dihentikan pembahasannya," papar HNW.
Dalam rapat kerja di Baleg DPR bersama pemerintah dan DPD, anggota Baleg dari FPKS juga sudah sampaikan lagi agar sebagai pihak yang usulkan agar Baleg atau DPR menarik usulannya ke pemerintah dan menyepakati bersama pemerintah dan DPD untuk menarik RUU HIP.
Lebih lanjut, HNW mengapresiasi adanya perubahan pimpinan Baleg DPR RI dengan pergantian Wakil Ketua Baleg yang memimpin pembahasan RUU HIP itu di Baleg sebelumnya.
"Ini langkah yang positif yang sinyalnya bisa ditangkap oleh masyarakat bahwa akan ada perubahan kebijakan terkait RUU HIP dengan tidak dilanjutkan lagi pembahasannya," katanya.
Namun, HNW mengingatkan bahwa yang diperlukan publik adalah sikap resmi fraksi-fraksi dan DPR yang tegas sepakat menghentikan atau mencabut RUU HIP dari prolegnas agar masyarakat semakin yakin dan tenteram, dan tidak curiga dan gaduh lagi.
"Polemik, saling curiga, dan demo-demo tersebur akan berakhir apabila RUU HIP ini dicabut dari prolegnas. Jadi, dengan itu maka negara bisa menenteramkan rakyat agar semuanya bisa berkontribusi dan kembali fokus dalam penanganan pandemik COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan," tutur anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta dan luar negeri itu.
Baca juga: Presiden Jokowi dan pimpinan MPR bicarakan RUU HIP di Istana Bogor
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020