Indonesia masih defisit dengan Australia sebesar 3,2 miliar dolar AS pada 2019. Ini merupakan defisit yang cukup besar sehingga dengan adanya IA-CEPA ini kita akan mengurangi defisit tersebut.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan bahwa perjanjian ekonomi komprehensif Indonesia-Australia atau IA-CEPA berpotensi mengurangi defisit perdagangan RI atas Australia yang mencapai 3,2 miliar dolar AS pada 2019.
“Indonesia masih defisit dengan Australia sebesar 3,2 miliar dolar AS pada 2019. Ini merupakan defisit yang cukup besar sehingga dengan adanya IA-CEPA ini kita akan mengurangi defisit tersebut,” kata Mendag saat konferensi pers yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Jumat.
Kendati belum menyebut angka penurunan defisit yang akan terjadi, Agus mengatakan bahwa hal itu akan terjadi secara signifikan pada 2021.
“Untuk target defisit memang saya melihat akan ada pengurangan yang signifikan di 2021. Jadi tidak di tahun ini karena baru mulai. Diharapkan berkurang, tapi secara signifikan berkurangnya di tahun 2021,” ujar Agus.
Baca juga: Indonesia punya peluang investasi prospektif di utara Australia
Agus memaparkan di bidang perdagangan barang, melalui IA-CEPA kini Australia mengeliminisi sekitar 6.474 pos tarif menjadi 0 persen saat pemberlakuan perjanjian pada 5 Juli lalu.
Sementara itu, Indonesia mengeliminasi 94,6 persen dari semua pos tarif perdagangan dengan Australia.
Baca juga: IA-CEPA berlaku, Australia bisa ekspor 575.000 ekor sapi bebas bea
Menurut Agus, pihak terkait tidak perlu khawatir tentang bagaimana Pemerintah Indonesia melindungi beberapa produk yang selama ini dinilai sensitif bagi Indonesia.
“Mungkin banyak yang bertanya bagaimana Pemerintah Indonesia melindungi beberapa produk yang selama ini sensitif bagi Indonesia. Perjanjian ini memiliki mekanisme TRQ atau Tarrif Rate Quota. Di mana dalam jumlah tertentu akan diberi preferensi tarif,” ujar Mendag.
Baca juga: IA-CEPA buka peluang baru perdagangan dan investasi
Namun, lanjut dia, jika jumlahnya sudah cukup atau melebihi kuota, tarif yang dikenakan adalah tarif non preferensi.
“Selain itu bagi produk yang sangat sensitif seperti beras dan minuman beralkohol tidak dikomitmenkan,” tukas Agus.
Mendag menambahkan, komoditas impor dari Australia ke Indonesia mayoritas merupakan bahan baku dan penolong industri seperti gandum, batu bara, bijih besi, alumunium, gula mentah, serta susu dan krim.
Baca juga: IA CEPA berlaku, industri daging Australia niat bermitra buka ekspor
Produk tersebut digunakan oleh industri di Tanah Air untuk proses produksi baik untuk keperluan domestik maupun untuk kebutuhan ekspor.
“Meskipun segi populasi Australia yang kecil yaitu 25 juta jiwa, jika dibandingkan dengan populasi Indonesia mencapai 270 juta jiwa, Australia mempunyai daya beli yang tinggi untuk produk-produk Indonesia,” ungkap Agus.
Selain itu, Australia memiliki GDP per kapita yang tinggi, dan daya beli yang tinggi sebesar 57.000 dolar AS atau 15 kali GDP per kapita Indonesia yang saat ini masih di level 3.800 dolar AS per kapita. Australia juga memiliki jaringan kerja sama perdagangan dan kerja sama ekonomi yang luas.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020