Aktivis pekerja migran Indonesia (PMI) Eni Lestari Andayani mengatakan PMI tidak hanya menerima julukan pahlawan devisa tapi juga perlu mendapat penghormatan dan pengakuan atas hak-hak mereka.
“Saya sangat senang karena pemerintah dan masyarakat Indonesia sudah mau melihat TKI (tenaga kerja Indonesia) dulu sekarang menjadi pekerja migran Indonesia. Itu sebuah transisi yang luar biasa,” kata PMI yang bekerja di Hong Kong itu dalam diskusi virtual Diaspora Indonesia yang dipantau di Jakarta pada Sabtu malam.
Transisi sudut pandang itu merupakan perubahan besar dan hasil perjuangan panjang. Dia berharap perubahan itu tidak hanya sekedar perubahan istilah tapi juga diiringi dengan penghormatan dan pengakuan atas hak asasi mereka.
Salah satu pendiri Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI) itu mengatakan masih perlu dilakukan pemenuhan hak selain permasalahan upah dan hari libur, tapi juga atas informasi, perlindungan dan memiliki alat komunikasi.
“Khususnya pemerintah Indonesia bisa menjadi teladan di dalam pemberian penghormatan,” kata perempuan yang pernah berbicara di KTT tentang pengungsi dan buruh migran di forum sidang umum PBB pada 2016 itu.
Tidak hanya harapan kepada pemerintah Indonesia, Hendro Wijaya, seorang PMI yang bekerja di Taiwan, juga berharap kepada calon PMI untuk menyiapkan diri sebaik mungkin dan memiliki wawasan luas untuk mengetahui hak dan kewajiban ketika bekerja di negara penempatan.
“Untuk calon PMI yang akan berangkat ke negara manapun untuk ingat menjaga nama baik diri sendiri, keluarga dan bangsa ,” kata PMI yang bekerja di sebuah perusahaan sparepart di Taiwan itu.
Baca juga: Aktivis harap pemerintah intensIf informasikan soal hak TKI
Baca juga: MPR: Perlu langkah khusus bagi pemberdayaan purna-PMI
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020