Pemerintah bersama sektor usaha di Indonesia membidik peluang investasi dan kerja sama dagang dengan negara-negara di wilayah Pasifik, meskipun saat ini banyak aktivitas ekonomi terhambat oleh pandemi COVID-19.Ini kesempatan baik, ada sedikit episode dengan China, banyak pembeli di Australia ingin diversifikasi yang sebelumnya mereka hanya dapat dari China. Indonesia dapat masuk ke sana apalagi dengan tarif 0 (nol),
Pasalnya, total nilai dagang antara Indonesia dan negara-negara di Pasifik masih terbilang rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Dengan demikian, potensi untuk meningkatkan dan membangun kerja sama dagang baru dengan negara-negara Pasifik masih terbuka luas, demikian isi temu dagang virtual yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), serta CEO Business Forum, Senin.
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Mahendra Siregar, lewat sambutannya, mengatakan banyak pihak yang mengabaikan potensi dagang di Pasifik padahal Indonesia punya kedekatan dari sisi geografis dengan wilayah tersebut.
Baca juga: Riset: 40 persen konsumen daring Asia Pasifik alami kebocoran data
Baca juga: IMF revisi turun perkiraan pertumbuhan Asia Pasifik terkait COVID-19
"Jika ibu kota tidak di Pulau Jawa, [...] kita mungkin lebih dulu jadi bagian negara-negara Pasifik. Namun, karena ibu kota ada di Pulau Jawa, kita cenderung mendekat ke negara-negara Asia, tetapi sering overlook (luput memperhatikan, red) posisi kita di Pasifik, padahal Indonesia itu unik, sebagian (dekat, red) ke Asia, sebagian Pasifik," kata Mahendra pada sesi seminar bertajuk Trading with Pacific yang dihadiri oleh beberapa kepala perwakilan RI di negara-negara Pasifik.
Ia menjelaskan Indonesia bersama negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menaruh harapan pada kawasan Pasifik, yang dinilai dapat menjadi tumpuan pemulihan ekonomi dunia, khususnya lewat kemitraan Indo-Pasifik.
Dalam kesempatan itu, Mahendra mengatakan Indonesia siap melanjutkan serta membangun hubungan investasi dengan negara lain meskipun dunia masih menghadapi pandemi. Ia menilai Indonesia perlahan mulai mengendalikan dampak pandemi dan kesempatan peningkatan kerja sama dagang yang saat ini tersedia harus dimanfaatkan dengan optimal.
Mahendra turut menyebutkan sejak 5 Juli 2020, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia mulai berlaku. Ia pun berharap kemitraan itu dapat mendorong nilai ekspor Indonesia ke Australia, mengingat negara itu saat ini tengah bersitegang dengan China.
"Ini kesempatan baik, ada sedikit episode dengan China, banyak pembeli di Australia ingin diversifikasi (barang, red) yang sebelumnya mereka hanya dapat dari China. Indonesia dapat masuk ke sana apalagi dengan tarif 0 (nol, red)," terang Mahendra.
Perdagangan Indonesia dan Australia pada 2019 mengalami defisit sampai 3,18 miliar dolar AS (sekitar Rp45,72 triliun). Beberapa sektor yang jadi penyumbang utama defisit dagang Indonesia dan Australia pada 2019, di antaranya impor petroleum dan daging, kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Yohanes Kristiarto Soeryo Legowo dalam acara yang sama.
Namun pada triwulan II 2020 pada Januari sampai Mei, ekspor Indonesia ke Australia naik sampai 3,85 persen apabila dibandingkan dengan nilai tahun lalu. Tidak hanya itu, nilai impor Indonesia pada triwulan II 2020 juga turun 2,37 persen dari 209 miliar dolar AS pada tahun lalu jadi 204 miliar dolar AS.
Di samping Australia, sesi temu bisnis itu juga mengulas peluang investasi dan dagang dengan negara-negara pasifik lainnya, antara lain Selandia Baru, Vanuatu, Fiji, Samoa, Kerajaan Tonga, Nauru, Kiribati, Tuvalu, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.
Baca juga: Organisasi promosi Asia Pasifik bahas cara bangkitkan pariwisata
Baca juga: Australia tingkatkan pengeluaran pertahanan berfokus pada Indo-Pasifik
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020