Dokter Hepatologi Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo (RSUD Dr.Soetomo) Surabaya, dr.Bagus Setyoboedi, Kamis, mengatakan, gejala tersebut biasanya diikuti oleh kotoran berwarna putih dan pucat.
"Jika hal tersebut terus berlanjut, maka akan menyebabkan kerusakan pada livernya," katanya.
Ia menambahkan, sebab terjadinya Kolestasis bisa karena kelainan bawaan, infeksi dalam kandungan, kelainan metabolik, dan kista di saluran empedu.
Selain itu, kolestasis bisa juga dikarenakan infeksi akibat virus Torch (tokso plasma, rubela, cytomegalovirus, dan herpes).
"Virus tersebut tidak berpengaruh terhadap ibu bayi, tetapi langsung berdampak pada janinnya," katanya.
Bisa jadi karena ketidaktahuan para ibu, diikuti jarangnya melakukan screening torch secara rutin, maka penyakit tersebut tidak terdeteksi pada si janin.
Kolestasis baru diketahui setelah bayi dilahirkan ditandai dengan tubuh yang menguning secara permanen.
Ia menambahkan, bayi yang terkena kolestasis jarang dibawa oleh orang tuanya ke dokter. Biasanya baru dibawa ke dokter dalam stadium lanjut.
Jika sudah sampai tahap stadium lanjut, kami tidak mampu lagi menolong karena terhambat transplantasi.
Ia mengakui, untuk saat ini tim medis di Indonesia belum mampu melakukan proses transplantasi liver.
"Proses transplantasi pernah dilakukan selama dua kali dalam sejarah permedisan di Indonesia. Itu pun mendatangkan tim medis dari luar negeri," katanya.
Akibat terkendalanya transplantasi, jumlah bayi meninggal karena tidak tertolong mencapai 30 persen dari persentase yang hidup.
Selain itu, kurangnya kasih sayang orang tua juga menjadi potensi meninggalnya bayi.
"Banyak orang tua menyerah pada saat bayinya didiagnosis terkena Kolestasis," katanya(*)
Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009