LKPP merupakan laporan keuangan yang mengkonsolidasi 87 Laporan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
“Ini adalah kewajiban bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara untuk patuh terhadap ketentuan undang-undang dalam situasi dan kondisi apapun,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ketua MPR: Perlu gandeng BPK cegah korupsi dana COVID-19
Agung menyatakan LKPP Audited Tahun 2019 mencakup tujuh komponen yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2019 dilaporkan Rp1.960,63 triliun atau mencapai 90,56 persen dari anggaran yang terdiri dari perpajakan Rp1.546,14 triliun, PNBP Rp408,99 triliun, dan hibah Rp5,49 triliun.
Realisasi belanja negara tahun 2019 Rp2.309,28 triliun atau 93,83 persen dari target yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.496,31 triliun, transfer ke daerah Rp743,15 triliun, dan dana desa Rp69,81 triliun.
Defisit anggaran tahun 2019 mencapai Rp348,65 triliun, namun realisasi pembiayaannya mencapai Rp402,05 triliun atau 115,31 persen dari nilai defisitnya sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Rp53,39 triliun.
Baca juga: BPK bantah ada pejabat dan pegawai aktif rangkap jabatan
Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari pembiayaan utang Rp437,54 triliun yang berarti pengadaan utang tahun 2019 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit.
Secara akrual, Laporan Operasional (LO) tahun 2019 menunjukkan nilai pendapatan operasional Rp2.168,93 triliun, beban operasional Rp2.422,81 triliun, defisit kegiatan operasional Rp253,88 triliun, Surplus kegiatan non operasional Rp4,65 triliun, dan defisit LO Rp249,22 triliun.
Dibandingkan dengan tahun 2018, pendapatan operasional dan beban operasional mengalami peningkatan dibandingkan pada 2018 yang masing-masing sebesar 0,01 persen dan 7,7 persen sehingga defisit LO naik 10,41 persen.
Selanjutnya, posisi keuangan pemerintah pusat per 31 Desember 2019 menggambarkan saldo aset, kewajiban, serta ekuitas masing-masing Rp10.467,53 triliun, Rp5.340,22 triliun, dan Rp5.127,31 triliun.
Sementara untuk aset pemerintah, kewajiban, serta ekuitas mengalami peningkatan dibanding 2018 yaitu masing-masing Rp4.142,24 triliun, Rp422,74 triliun, dan Rp3.719,50 triliun.
Peningkatan nilai aset dan ekuitas tersebut terutama disebabkan oleh koreksi nilai wajar Aset Tetap sebesar Rp4.113,21 triliun berdasarkan hasil penilaian kembali atau revaluasi Barang Milik Negara (BMN).
Lebih lanjut, BPK juga memberikan beberapa catatan dalam LKPP Audited Tahun 2019 terhadap capaian Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2019 yang ditetapkan dalam APBN 2019.
Catatan capaian positif terdiri dari inflasi 2,72 persen yang lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 3,5 persen dan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.146 dari asumsi APBN Rp15.000.
Kemudian untuk catatan capaian di bawah asumsi penyusunan APBN 2019 adalah pertumbuhan ekonomi hanya 5,02 persen dari asumsi APBN 5,3 persen dan tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara tiga bulan hanya 5,62 persen dari asumsi APBN 5,3 persen.
Selanjutnya juga terkait lifting minyak yang hanya 746 ribu barel per hari dari asumsi APBN 775 ribu barel per hari dan lifting gas 1.057 ribu barel per hari dari asumsi APBN sebesar 1.250 ribu barel per hari.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020