Suhu global lima tahun ke depan diprediksikan terus meningkat bahkan peningkatannya berpeluang tembus 1,5 derajat Celcius berdasarkan prediksi Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).Catatan iklim BMKG pada 2019 menunjukkan sebagai tahun terpanas kedua setelah 2016 dengan peningkatan suhu 0,84 derajat Celcius.
"Begitu juga dengan Indonesia, catatan iklim BMKG pada 2019 bahkan menunjukkan sebagai tahun terpanas kedua setelah 2016 dengan peningkatan suhu 0,84 derajat Celcius di atas rerata iklim 1981-2000," kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Begitu juga dengan emisi gas rumah kaca (GRK) terukur di Stasiun GAW BMKG Kototabang terus meningkat mencapai 408,2 ppm meskipun masih relatif lebih rendah dari GRK global dan jumlah kejadian bencana hidrometeorologi terus bertambah mencapai 3.362 kejadian.
Berdasarkan laporan WMO Global Annual to Decadal Climate Update for 2020-2024 yang dikeluarkan pada 8 Juli lalu, disebutkan bahwa kenaikan suhu global rata-rata tahunan dalam lima tahun mendatang akan cenderung setidaknya 1,0 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri di masing-masing tahun pada 2020 hingga 2024 dan ada kemungkinan 20 persen kenaikan itu akan melebihi 1,5 derajat Celcius dalam satu tahun di antaranya.
Pada 2019 lalu, suhu rata-rata bumi sudah lebih dari 1,0 derajat Celcius di atas periode pra-industri. Periode lima tahun terakhir (2014-2019) adalah lima tahun terhangat dalam sejarah catatan data meteorologi.
Penelusuran bukti perubahan iklim oleh peneliti BMKG dengan menggunakan data suhu di Jakarta hasil pengamatan sejak zaman Belanda (selama 150 tahun) menunjukkan peningkatan suhu rata-rata yang signifikan di Jakarta yaitu 1,6 derajat Celcius dari 1866 hingga 2012.
Laju peningkatan ini cukup dapat dibandingkan dengan hasil analisis WMO, yaitu kenaikan suhu global sebesar 1,1 derajat Celcius terhadap zaman pra-industri (1850-1900) sebagai garis dasar periode acuan perubahan iklim global.
Suhu bumi yang terus memanas itu telah berdampak pada lingkungan, salah satunya memicu perubahan pola hujan dan peningkatan cuaca ekstrem.
Di Indonesia, secara umum perubahan pola hujan itu ditandai oleh peningkatan hujan di daerah di utara katulistiwa yang menyebabkan iklimnya cenderung semakin basah. Sementara di selatan khatulistiwa cenderung kering. Namun di banyak tempat ditemukan bukti bahwa hujan dalam kategori ekstrem terus meningkat kejadiannya.
Di Jakarta, data 130 tahun menunjukkan sekalipun rata-rata curah hujan tahunan relatif sama, bahkan menurun, namun frekuensi hujan ekstrem justru meningkat.
Sekitar 10 persen intensitas hujan tertinggi di Jakarta yaitu di atas 100 mm per hari telah meningkat 14 persen akibat penambahan suhu per 1,0 derajat Celcius. Tren cuaca ekstrem juga meningkat, ditandai dengan peningkatan frekuensi dan skala bencana hidrometeorologi.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020