Menperin dorong produksi bahan bakar nabati

15 Juli 2020 17:49 WIB
Menperin dorong produksi bahan bakar nabati
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) berbincang dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (kiri) ketika melakukan kunjungan kerja di Pertamina Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau, Rabu (15/7/2020). ANTARA/HO-Humas Kementerian Perindustrian/aa.

Pemerintah bertekad untuk mengurangi tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dengan salah satu programnya adalah pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati.

Komitmen pemerintah tersebut dibuktikan dalam konsistensi penerapan kebijakan mandatory biodiesel 30 persen (B30) sejak Desember 2019 hingga saat ini.

“Presiden juga telah memerintahkan untuk menambah komposisi pencampuran bahan bakar nabati untuk jenis diesel sampai dengan 40 persen, 50 persen hingga 100 persen, untuk menunjukkan kedaulatan energi nasional yang mandiri dan berdikari,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu.

Menperin menyampaikan hal tersebut ketika melakukan kunjungan kerja di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau.

Baca juga: Indonesia berpotensi penghasil energi nabati terbesar di dunia

Agus menjelaskan, guna mewujudkan instruksi Presiden Joko Widodo tersebut, rekayasa produk serta proses produksi diesel hijau yang berkualitas tinggi dan keekonomian yang bersaing merupakan kunci utama.

Dalam hal ini, tim peneliti dari PT Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia.

Di Dumai, Menperin menyaksikan langsung hasil karya riset dan aplikasi teknologi produksi green diesel (bahan bakar diesel hijau) dari minyak sawit.

Baca juga: Keunggulan biosolar B30

“Kami sangat mengapresiasi hasil kerja keras, ketekunan, dan kepiawaian tim dari ITB di bawah pimpinan Prof Dr Soebagjo beserta tim peneliti PT Pertamina yang telah berhasil mewujudkan teknologi produksi green dieselsecara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia,” paparnya.

Agus menambahkan, pengembangan industri diesel hijau merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kelas petani rakyat sebagai stakeholder utama industri sawit nasional.

“Artinya, program ini akan lebih banyak memberikan kesejahteraan bagi para petani kelapa sawit. Selain itu, program mandatory biodiesel, termasuk B30, telah dirancang dan dijalankan secara konsisten untuk mencegah turunnya harga CPO global akibat fenomena oversupply dunia,” tuturnya.

Kestabilan harga CPO global akan diwujudkan menjadi kestabilan harga beli Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani, sehingga menjamin keberlanjutan kehidupan petani rakyat.

Tentunya, pencapaian membanggakan ini akan menjadi tonggak baru bagi Indonesia, sekaligus mengukuhkan PT Pertamina sebagai perusahaan energi berkelas dunia, sejajar dengan pemain bisnis energi global.

“Atas nama pemerintah, kami mengucapkan selamat dan sukses kepada PT Pertamina yang telah berhasil mengembangkan teknologi dan menguji secara langsung teknologi Katalis Merah Putih untuk produksi diesel hijau 100 persen dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil),” imbuhnya.

Bahkan, Menperin terus mendorong diversifikasi produk bahan bakar yang berbasis nabati, termasuk avtur.

“Kami minta juga energi berbasis nabati nantinya tidak hanya berasal dari CPO saja, tetapi komoditas lain yang bisa dikembangkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Agus, inovasi tersebut menjadi momen tepat untuk menyampaikan pesan bahwa Indonesia akan mandiri dalam penyediaan energi nasional di tengah maraknya kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia oleh Uni Eropa dan negara importir lainnya.

“Indonesia akan mengurangi impor BBM dan menggantinya dengan bahan bakar hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tegasnya.

Di samping itu, penguasaan lisensi teknologi produksi katalis di dalam negeri akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi katalis dan mengurangi ketergantungan impor.

“Kami sangat mendukung rencana pembangunan pabrik katalis skala besar atau komersial. Apalagi, hampir seluruh produksi bahan kimia membutuhkan katalis sebagai jantung proses produksi, sehingga pasar katalis dalam negeri menjadi sangat potensial,” tandasnya.

Sejalan dengan upaya tersebut, Kemenperin menyatakan siap memberikan dukungan berupa kemudahan perizinan industri, penyusunan rancangan SNI Katalis, hingga fasilitasi insentif perpajakan seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax.

“Selama ini, kami turut berpartisipasi aktif dalam penyusunan kebijakan dan pengembangan teknologi produksi bahan bakar hijau, termasuk diesel hijau,” jelasnya.

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020