Teknologi terbaru yang diberi nama CAS Mini otomatis tersebut memiliki kapasitas simpan cabai hingga mencapai 2-3 ton serta mampu menekan tingkat kerusakan hanya 10 persen
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (BB Pascapanen) Balitbangtan Prayudi Syamsuri di Jakarta, Rabu mengatakan, cabai merupakan salah satu komoditas penyebab inflasi nasional, terlebih di masa pandemi COVID-19 karena kontrol yang tidak terus menerus sehingga memperburuk kondisi komoditas sayur tersebut.
Baca juga: Balitbangtan lepas Biobestari Agritan, padi gogo produktivitas tinggi
"Rantai pemasaran yang cukup panjang sedikitnya melibatkan lima stakeholder, mulai dari petani hingga ke tangan konsumen menjadikan tingginya risiko kerusakan cabai," katanya melalui keterangan tertulis.
Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan sistem penyimpanan skala kecil hingga skala menengah yang bisa digunakan oleh petani sebelum produk cabai mereka diangkut ke pasar induk.
Menjawab persoalan klasik tersebut, sejak 2017, BB Pascapanen, tambahnya, telah mengembangkan teknologi proses penyimpanan berbiaya operasional rendah di tingkat primer (petani).
Mesin penyimpan yang diberi nama sistem CAS atau Controlled Atmosphere Storage karya peneliti BB Pascapanen tersebut bisa menyimpan cabai 2 - 3 ton dengan umur simpan 3 - 4 minggu.
Selain kapasitas menengah, pihaknya juga menyediakan sistem CAS-Mini berkapasitas 20 kg.
Baca juga: Balitbangtan siap kawal pengembangan lumbung pangan Kalteng
"Mesin ini mengontrol suhu di dalam kabin penyimpanan pada suhu 7 derajat Celsius sehingga mampu memperlambat proses pembusukan,” katanya.
Generasi pertama mesin penyimpan tersebut, kata Prayudi, masih menggunakan aliran gas manual yang diatur setiap hari dengan kapasitas 20 kg, hasilnya, umur simpan cabai keriting bisa tahan 4 - 5 minggu dengan kerusakan cukup minimal.
Sayangnya, lanjut Prayudi, selain kapasitasnya yang kecil, pengaturan gasnya masih manual dan tingkat pemakaiannya masih boros.
Tahun berikutnya BB Pascapanen mengembangkan teknologi mesin penyimpan dengan sistem CAS otomatis. Selain pengaturan gas otomatis, menggunakan aliran gas tabung, kapasitasnya pun sudah meningkat hingga 40 kg dan dikombinasikan dengan teknologi MAS (Modified Atmosphere Storage).
"Pengaturan gas, monitoring karbon dioksida dan oksigen pada CAS otomatis dilakukan oleh sistem. Konsumsi gas pun lebih irit dan tingkat presisi karbon dioksida dan oksigen termonitor pun sudah jauh lebih baik dari generasi sebelumnya," ujarnya.
Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan mesin penyimpan generasi ketiga yang berkapasitas 2-3 ton, sehingga bisa menampung cabai petani namun pengumpul sekaligus di sentra produksi.
Mesin penyimpan generasi ketiga ini dinamain CAS midi system, selain kapasitasnya lebih besar, juga tidak lagi menggunakan gas tabung atau elpiji (liquefied petroleum gas), namun menggunakan gas generator sehingga biayanya lebih hemat.
"Dari hasil uji komisioning yang telah kita lakukan, cabai keriting yang diaplikasikan denga teknologi CAS dapat bertahan selama 30 hari dengan tingkat kerusakan dibawah 10 persen," ujar Fadjry.
Mesin penyimpan CAS midi system, lanjutnya, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan penyimpanan di tingkat sentra produksi saat harga cabai jatuh. Selain itu juga dapat menjadi penyangga stok saat pasokan cabai bergejolak.
"Kementan siap menyediakan mesin penyimpan dalam jumlah memadai di tingkat sentra produksi cabai (STD)," katanya.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020