Masing-masing fraksi belum sepakat terkait dengan besaran 'parliamentary threshold' karena ada yang mengusulkan 4 persen, 5 persen, dan 7 persen.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menyebutkan ada 22 pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu yang masih menjadi perdebatan masing-masing fraksi sehingga RUU tersebut belum bisa dibawa ke Badan Legislasi DPR RI untuk diharmonisasi dan sinkronisasi pada Masa Persidangan IV DPR.
"Intinya ada 22 pasal penting dan strategis dalam RUU Pemilu yang belum ada kesamaan pandang masing-masing fraksi," kata Arif Wibowo kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakan Arif usai rapat Panja Penyusunan RUU tentang Pemilu DPR RI.
Arif yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu itu menjelaskan perbedaan pandangan fraksi-fraksi tersebut, seperti ada fraksi yang ingin memasukkan UU Pilkada menjadi bagian dari RUU Pemilu dan ada yang tidak setuju.
Baca juga: Berkaca 2019, Wasekjen PPP: Proses RUU Pemilu jangan terlambat lagi
Baca juga: Anggota DPR: penghitungan suara manual lebih transparan dari e-voting
Baca juga: F-PKB: "Parliamentary threshold" dibicarakan bersamaan sistem pemilu
Selain itu, masing-masing fraksi belum sepakat terkait dengan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) karena ada yang mengusulkan 4 persen, 5 persen, dan 7 persen.
"Lalu soal keserentakan pemilu, ada yang berpendapat dengan menggunakan 7 kotak suara dan ada yang tidak setuju," ujarnya.
Karena masih ada perbedaan pandangan tersebut, kata politikus PDI Perjuangan itu, Panitia Kerja RUU Pemilu akan melakukan konsinyering.
"Apa pun hasilnya akan dibawa ke Baleg DPR RI untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi," katanya menegaskan.
Menurut dia, Panja RUU Pemilu menargetkan 2 pekan setelah pembukaan Masa Persidangan V, draf RUU tersebut dikirimkan ke Baleg DPR RI untuk harmonisasi dan sinkronisasi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020